kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Harga minyak naik, pemerintah belum revisi asumsi


Selasa, 05 Maret 2013 / 17:02 WIB
Harga minyak naik, pemerintah belum revisi asumsi
ILUSTRASI. Syarat Kondisi Air untuk Hidup Ikan Air Tawar di Akuarium


Reporter: Herlina KD |

JAKARTA. Harga minyak mentah Indonesia (ICP) terus merangkak seiring naiknya harga minyak dunia. Meski begitu, pemerintah masih terus mencermati dan menjaga kesehatan fiskal.

Yang jelas, pemerintah berharap kenaikan harga ICP masih bisa mengompensasi penurunan penerimaan PNBP migas akibat lifting yang tidak tercapai.

Data Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan harga rata-rata  ICP pada Februari 2013 sebesar US$ 114,86 per barel, naik ketimbang Januari lalu yang sebesar US$ 111,07 per barel.

Tim Harga Minyak Indonesia seperti yang dikutip dalam rilisnya di situs resmi Ditjen Migas menyebutkan kenaikan harga ICP ini sejalan dengan naiknya harga minyak internasional yang dipicu oleh beberapa faktor.

Di antaranya, penurunan pasokan minyak mentah global akibat penurunan produksi OPEC dan non OPEC. Peningkatan suhu politik di sejumlah kawasan seperti Iran, dan Timur Tengah juga memicu kenaikan harga minyak.

Dalam dua bulan pertama tahun ini, harga ICP sudah naik melampaui asumsi harga yang dipatok di APBN 2013 yang sebesar US$ 100 per barel. Ditambah lagi, target lifting minyak tahun ini diperkirakan tidak bakal tercapai. Namun, Kemenkeu masih belum memutuskan langkah untuk melakukan revisi.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro menjelaskan sebenarnya dari sisi penerimaan, jika ICP naik maka penerimaan negara dari sektor migas akan meningkat. Namun di sisi lain beban subsidi juga meningkat.

Sebenarnya, Bambang bilang kalau hanya menghitung penerimaan dan pengeluaran di sektor migas saja, penerimaan negara masih surplus. Tapi, "Dengan (realisasi) lifting yang makin kecil, maka surplusnya makin tipis," ujarnya Selasa (5/3). 

Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengakui untuk tahun ini lifting migas kemungkinan tidak akan mencapai target yang ditetapkan di dalam APBN 2013 sebesar 900.000 barel per hari. Makanya, "Kami terus mengkaji pergerakannya, karena bukan hanya lifting minyak, tapi lifting gas juga terkoreksi. Jadi kami terus melakukan monitoring untuk menjaga kesehatan fiskal," katanya.

Bambang menuturkan Kemenkeu memang telah mendapat laporan dari Kementerian ESDM mengenai perkiraan realisasi lifting minyak yang kemungkinan hanya mencapai 830.000 barel per hari, lebih rendah dari asumsi APBN 2013 yang sebesar 900.000 barel per hari. Tapi ia berharap realisasi lifting bisa lebih tinggi dari angka 830.000 barel per hari.

Namun, perkiraan realisasi lifting yang lebih rendah ini akan digunakan sebagai patokan atau pertimbangan untuk menyikapi anggaran. Hanya saja, Bambang menekankan BKF belum memutuskan revisi lifting ini sebagai bagian dari revisi APBN.

Jika lifting minyak mentah tidak tercapai, otomatis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor migas bakal menurun. Tapi, "Kalau harga minyak mentah naik, masih ada kemungkinan penurunan (penerimaan) tidak setajam yang kita duga," jelasnya.

Dalam nota keauangan RAPBN 2013 menyebutkan, jika rata-rata ICP lebih tinggi dari US$ 1 per barel dari angka yang diasumsikan, maka tambahan defisit anggaran dalam APBN 2013 diperkirakan sebesar Rp 330 miliar - Rp 680 miliar. Sebentara itu, apabila realisasi lifting minyak domestik lebih rendah 10.000 barel per hari dari yang diasumsikan, maka tambahan defisit dalam APBN 2013 sekitar Rp 1,82 triliun - Rp 1,91 triliun.

Sebelumnya Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian Keuangan Askolani menuturkan saat ini pemerintah memang belum menghitung dampak dari kemungkinan melesetnya realisasi lifting minyak mentah tahun ini. "Nanti mungkin sekitar April - Mei baru akan kita hitung ulang (sebagai gambaran di APBNP)," ujarnya beberapa waktu lalu.

Askolani bilang pemerintah masih terus mencermati kondisi makro ke depan. Jika belajar dari pengalaman tahun 2012 lalu, ia bilang realisasi lifting minyak memang lebih rendah dari target di APBN. Hanya saja, rendahnya lifting minyak masih bisa dikompensasi oleh pelemahan kurs rupiah dan harga minyak yang lebih tinggi dari asumsi di APBN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×