kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Harga minyak naik, kocek negara surplus


Senin, 14 Mei 2018 / 12:48 WIB
Harga minyak naik, kocek negara surplus
ILUSTRASI. Harga minyak


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah dunia berada dalam tren menanjak. Nilai tukar rupiah juga cenderung melemah. Meski begitu, kondisi tersebut justru berdampak positif untuk keuangan negara.

Direktur Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Kementerian Keuangan Kunta Nugraha menyatakan, tren harga minyak dan nilai tukar rupiah saat ini justru mendatangkan keuntungan. "Baik harga minyak maupun nilai tukar akan menambah pendapatan negara dan belanja negara. Dampaknya positif ke APBN, defisit akan turun, ucapnya kepada Kontan.co.id, Minggu (13/5).

Kenaikan harga minyak dunia tentu mendorong harga minyak Indonesia (ICP), yang selanjutnya mengerek penerimaan pajak penghasilan (PPh) dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor migas. Tapi di satu sisi, subsidi energi membengkak. Hanya, peningkatan penerimaan negara lebih besar dari tambahan subsidi.

Sementara saat rupiah melemah, penerimaan sektor sumber daya alam (SDA) meningkat. Sebab, penjualan komoditas di pasar internasional memakai dollar AS. Tentu, pos belanja negara juga terimbas pelemahan rupiah. Beban pembiayaan naik lantaran bunga utang ada yang pakai dollar AS. Meski begitu, anggaran negara masih surplus.

Memang, menurut ekonom Indef Bhima Yudistira, pelemahan rupiah dan kenaikan harga minyak bisa saja menguntungkan APBN. Namun, perekonomian nasional bakal menanggung efek negatif. Jika rupiah mencapai level yang berbahaya, akan menimbulkan dampak psikologis negatif bagi pelaku pasar.

Pelaku pasar bisa berbondong-bondong meninggalkan rupiah dan memborong dollar AS. Industri juga tertekan karena sebagian besar bahan baku impor. "S&P pernah bilang, kulminasi bahayanya Rp 15.000 per dollar AS. Tapi, sebelum angka itu sudah berbahaya," ungkap Bhima.

Sedang kenaikan ICP akan mengatrol banderol BBM. "Biaya transportasi akan bertambah sehingga industri akan menaikkan harga jual barang untuk menutupinya," sebut Eric Sugandi, Project Consultant ADB Institute. Walhasil, inflasi melambung yang akan mengganggu daya beli sehingga menekan pertumbuhan ekonomi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×