Reporter: Ratih Waseso | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) mengakui bahwa saat ini harga beras di tingkat konsumen masih tergolong tinggi.
Direktur Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan Badan Pangan Nasional Maino Dwi Hartono mengatakan, tren kenaikan harga beras sudah terjadi sejak Juli tahun lalu.
Meski harga masih bertengger, namun Maino mengatakan saat ini sudah terlihat kecenderungan harga beras melandai. Diharapkan harga beras dapat menurun ke depannya.
"Bahkan sejak Juli tren beras naik, bahkan sampai hari ini. Hari ini pun tetap tinggi meksipun kami lihat kecenderungannya sudah mulai agak melandai tapi masih tinggi," kata Maino dalam Diskusi Virtual Alinea Forum, Jumat (3/3).
Oleh karenanya, perlu adanya antisipasi berdasarkan pengalaman tahun lalu melalui upaya stabilisasi, salah satunya Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) atau operasi pasar.
Baca Juga: Ini Bahan Pokok yang Menjadi Perhatian Khusus Jelang Ramadan dan Lebaran
Ia mengatakan, pelaksanaan SPHP beras akan berjalan sepanjang tahun 2023. Namun pelaksanaan akan dilakukan secara selektif mengingat saat ini mulai ada panen raya.
"Dilakukan secara selektif artinya memang di daerah-daerah yang bukan produsen atau harganya masih tercatat tinggi," imbuhnya.
Pelaksanaan SPHP beras juga akan dilakukan evaluasi setiap bulannya. Kebijakan selektif untuk SPHP di Bulog lainnya ialah penyaluran operasi pasar selain dilaksanakan di pasar induk, pasar tradisional, pasar retail modern, rumah pangan kita (RPK) juga di pedagang ecer. Bahkan juga langsung ke masyarakat melalui gerakan pangan murah, perdagangan online dan permintaan pemerintah daerah.
"Saat ini bulan Maret memasuki panen raya salah satu kebijakan misalnya penyaluran hanya untuk teman-teman di pengecer. Artinya tidak melalui distribusi besar. Langsung ke tingkat-tingkat rumah tangga atau konsumen," papar Maino.
Adapun target SPHP tahun 2023 yakni sekitar 1,2 juta ton. Di mana sebulan rata-rata ada 100.000 ton per bulan. Ia menyebut, dua bulan awal 2023 ini penyaluran SPHP sudah mencapai 400.000 ton.
Tingginya realisasi operasi pasar dua bulan ini menurut Maino lantaran Januari-Februari harga beras masih tinggi dan panen belum serempak terjadi. Maka alokasi SPHP beras dua bulan ini masih tinggi.
Target SPHP 1,2 juta ton tersebut merujuk pengalaman tahun kemarin di mana realisasi penyaluran beras operasi pasar mencapai 1,26 juta ton. Maka pemerintah mengantisipasi dengan menargetkan alokasi SPHP tahun ini 1,2 juta ton.
Baca Juga: Indeks Harga Perdagangan Besar Naik 0,32% di Februari, Tekanan Inflasi Belum Reda
"Karena kami belajar tahun kemarin bagaimana Bulog hanya memiliki cadangan bebas pemerintah sekitar 400.000 ton dan tentunya ini psikologis pasar juga bisa mencermati melihat pemerintah tidak memiliki stok. Ini juga bagian dari psikologis pasar, sehingga harga beras kemarin juga tetap bertahan tinggi," ungkap Maino.
Untuk memenuhi target tersebut maka Badan Pangan Nasional menugaskan Perum Bulog untuk mengelola 2,4 juta ton cadangan beras pemerintah (CBP) tahun ini. Di mana 1,2 juta ton akan digunakan untuk operasi pasar dan sisanya untuk stok hingga akhir tahun.
"Kita harapkan dari Perum Bulog bisa kelola cadangan beras pemerintah itu sekitar 2,4 juta ton tahun ini. Dari 2,4 juta ton, targetnya 1,2 juta untuk stabilisasi harga SPHP dan sisanya untuk stok akhir tahun," ujarnya.
Adapun memasuki musim panen raya Badan Pangan Nasional menugaskan Bulog untuk melakukan penyerapan gabah maupun beras. Dari total penugasan tahun ini, pemerintah berharap Bulog dapat melaksanakan penyerapan 60-70% di semester I ini dari target.
Saat ini Maino mengungkap, harga beras medium secara nasional masih ada di kisaran Rp11.000 hingga Rp12.000 per kilogram. Meski diakui penyaluran operasi pasar cukup tinggi dalam dua bulan ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News