Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah belakangan acap kali mendapat kritik. Tak terkecuali, kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada 28 Maret 2015. Kenaikan harga BBM premium dan solar Rp 500 per liter jadi masing-masing Rp 7.300 dan Rp 6.900 per liter menuai banyak kritik.
Pasalnya, kenaikan harga BBM dilakukan pemerintah ketika harga Indonesian Crude Price (ICP) turun 1,22% dari US$ 54,32 per barel di Februari menjadi US$ 53,66 per barel pada Maret lalu.
Toh, bukan pemerintah namanya jika tidak pandai berkelit. Sofyan Djalil, Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil berkilah, pemerintah tidak melihat patokan ICP saat menentukan harga jual BBM. Yang dilihat adalah harga Mean of Platts Singapore (MOPS) Singapura.
Sofyan bilang, minyak yang dibeli Pertamina berbasis produk yang referensinya mengacu harga MOPS. Sementara, saat naik, karena harga MOPS sedang naik. "Rupiah juga melemah," kata dia, Senin (6/4).
Bila melihat berdasarkan data MOPS, harga premium yang ditetapkan pemerintah naik menjadi Rp 7.300 per liter, ditentukan pada rata-rata MOPS pada periode 25 Februari-24 Maret yang mencapai US$ 69,457 per barel.
Sebelumnya, ketika pemerintah memutuskan harga minyak naik pada 1 Maret 2015 berdasarkan rata-rata harga indeks pasar minyak solar (MOPS Gasoil) di sepanjang Februari naik pada kisaran US$ 62-US$ 74 per barel.
Sementara itu, MOPS premium melejit di kisaran US$ 55-US$ 70 per barel. Dari nilai tukar rupiah, mengacu pada data Bank Indonesia (BI) sepanjang Maret lalu, mata uang garuda melemah sekitar Rp 100 per dollar Amerika Serikat (AS). Pada 2 Maret, rupiah Rp 12.993 per dollar AS. Lalu, pada 31 Maret, rupiah anjlok ke level Rp 13.084 per dollar AS. “Jadi, kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM, mengikuti perkembangan data terkini di luar maupun di dalam negeri," kata Sofyan.
Pemerintah boleh berdalih, tapi data Badan Pusat Statistik menunjukkan, kenaikan harga BBM berdampak pada melonjaknya laju inflasi 0,17% pada Maret lalu. Padahal, pada dua bulan pertama tahun ini, terjadi deflasi masing-masing 0,24% pada Januari dan 0,36% pada Februari. Inflasi tahunan tercatat naik menjadi 6,38% dari sebelumnya 6,29%. Naiknya harga bensin jadi pendongkrak utama inflasi.
Ekonom Credit Suisse Group AG Santitarn Sathirathai memproyeksi, kenaikan harga BBM akan menaikkan inflasi tahunan ke arah 6,6% pada April ini, meskipun ada musim panen komoditi pangan, terutama beras.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News