Reporter: Benedicta Prima | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Maret 2019 sebesar 0,11% secara bulanan atau 2,48% secara tahunan. Dengan demikian inflasi Januari-Maret 2019 tercatat 0,35%.
Kendati demikian, bahan makanan masih menyumbang deflasi. Komponen harga bergejolak tidak memberi andil pada inflasi Maret 2019 alias 0,0%. Komponen harga bergejolak alias volatile food justru mengalami deflasi 0,02% secara bulanan atau 0,16% secara tahunan.
Komponen yang menyumbang deflasi pada komponen harga bergejolak adalah penurunan harga beras, daging ayam ras, telur ayam ras dan ikan segar.
Suhariyanto mengonfirmasi bahwa harga beras eceran mengalami penurunan 0,71%, sehingga menyumbang deflasi 0,03% pada angka inflasi Maret 2019.
Sejalan dengan itu, indeks nilai tukar petani (NTP) alias daya beli petani mengalami penurunan 0,21%.
NTP turun dari 102,94 menjadi 102,73. Penurunan NTP karena indeks harga yang diterima petani hanya naik 0,02% sedangkan indeks harga yang dibayarkan petani naik lebih tinggi yakni 0,23%.
Penurunan NTP terjadi pada subsektor tanaman pangan, peternakan dan perikanan. Suhariyanto menambahkan, penurunan NTP tanaman pangan terjadi karena indeks harga yang diterima petani turun 1,04% sedangkan indeks harga yang dibayar petani naik 0,29%. Selain itu, inflasi di pedesaan juga mengalami inflasi 0,33%.
"Yang diterima petani turun karena musim panen harga gabah turun tajam sehingga mempengaruhi pendapatan petani," jelas Suhariyanto di kantor BPS, Senin (1/4).
Kendati demikian, Suhariyanto mengatakan inflasi yang rendah bukan karena daya beli masyarakat yang mengkhawatirkan. Sebab, dilihat melalui komponen inflasi inti masih tinggi atau mencapai 0,16% secara bulanan atau 3,03% secara tahunan. Dengan inflasi tahun kalender 0,72%. Inflasi inti didorong oleh kenaikan tarif sewa rumah dan upah pembantu rumah tangga serta harga emas dan perhiasan lainnya.
Ke depan, karena beras memiliki bobot terhadap inflasi cukup besar, maka Suhariyanto mengatakan perlu ada perhatian khusus pada pergerakan harga beras. Pemerintah perlu melakukan tata kelola persediaan beras dengan baik sebelum masa panen raya turun pada bulan Mei dan bertepatan dengan Idul Fitri.
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistiangingsih juga mengatakan rendahnya inflasi volatile food bahkan deflasi karena faktor musim panen. Sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Pemerintah jga memiliki komitmen untuk menjaga harga-harga bergejolak.
"Bahan makanan deflasi, tapi kalau yang lain cukup terjaga cukup terbantu," jelas dia.
Untuk menjaga pergerakan harga beras, Lana menyarankan pemerintah untuk meniru strategi yang dilakukan oleh Thailand. Di negara gajah tersebut, harga beras dijaga sesuai harga internasional. Apabila harga beras berada di bawah harga internasional maka pemerintah membeli beras sesuai harga internasional. Sehingga daya beli petani relatif stabil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News