Reporter: Adi Wikanto, Jane Aprilyani | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Sama halnya tahun ini, tahun depan negara kita bakal menghadapi tantangan berat yang berpotensi mengganggu stabilitas perekonomian. Meski begitu, sejumlah ekonom dan lembaga keuangan memperkirakan: kondisi ekonomi di 2015 bakal lebih baik dari 2014. Ekonomi Indonesia tahun depan bisa tumbuh di atas tahun ini yang diperkirakan hanya 5,1%.
Pemerintah sendiri masih optimistis pertumbuhan ekonomi di 2015 bisa mencapai 5,8% sesuai target di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan, bahan bakar pendorong pertumbuhan ekonomi tahun depan adalah penanaman modal yang meningkat serta optimalisasi belanja pemerintah. Investasi tahun depan bakal tumbuh 14% dari tahun ini, dengan nilai penanaman modal sebanyak Rp 519,5 triliun.
Pemerintah juga punya dana tambahan lebih dari Rp 100 triliun untuk pembangunan infrastruktur, yang berasal dari penghematan subsidi bahan bakar minyak (BBM) pasca harga premium dan solar naik, November lalu.
Walau ekonomi Indonesia tahun depan bisa tumbuh lebih baik ketimbang tahun ini, beberapa ekonom dan lembaga keuangan mempertanyakan target pemerintah yang terlalu tinggi tersebut.
Maklum, perekonomian dunia masih tertekan akibat resesi Jepang, krisis di Eropa, serta perlambatan ekonomi China. Alhasil, Bank Dunia merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia, dari 4,7% menjadi hanya 3,1%. "Ekonomi Indonesia tahun depan hanya akan tumbuh 5,4%–5,8%, dengan kecenderungan ke batas bawah," kata Mirza Adityaswara, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), akhir pekan lalu.
Menurut Mirza, ekonomi Indonesia belum bisa tumbuh lebih tinggi lagi lantaran begitu banyak tekanan dari eksternal dan internal. Dari eksternal, rencana bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve, mengerek suku bunga pada kuartal kedua tahun depan bisa mengganggu stabilitas ekonomi kita.
Pekan lalu, nilai tukar rupiah anjlok hingga ke level Rp 12.900 per dollar AS, akibat isu Federal Reserve (The Fed) mempercepat kenaikan suku bunga. Jika kelak suku bunga The Fed benar naik, bukan hanya rupiah yang tertekan, tapi dana asing di pasar domestik berpotensi keluar. Padahal, porsi dana asing di pasar keuangan kita cukup besar, mencapai 38% di surat berharga negara (SBN).
Dari internal, kinerja ekspor masih jeblok gara-gara terlalu mengandalkan produk komoditas yang harganya tetap anjlok. Terlebih, Indonesia juga masih banyak mengimpor bahan baku industri serta minyak dan gas (migas). Akibatnya, neraca perdagangan kita tahun depan masih akan tetap mencetak defisit, sehingga makin menekan rupiah.
Menggenjot investasi
Ndiame Diop, Kepala Ekonom Bank Dunia di Jakarta, bilang, satu-satunya harapan untuk bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah dengan menggenjot investasi. Tapi, dengan kendala infrastruktur, proses perizinan yang lambat, serta suku bunga yang tinggi, investasi akan tumbuh lambat.
Memang, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, komitmen investasi terus meningkat, dengan proyeksi tahun ini mencapai Rp 456,60 triliun atau tumbuh 14,55% dari tahun lalu. Namun, itu masih sebatas komitmen. "Realisasinya kami mencatat hanya tumbuh 5%, lebih rendah dari pencapaian 2011 yang mencapai 9%," kata Ndiame tanpa memerinci.
Tahun depan, realisasi investasi juga bakal tumbuh melambat. Indikasinya adalah impor barang modal yang menurun. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan, impor barang modal sepanjang Januari hingga Oktober 2014 sebesar US$ 24,84 miliar, turun 5,89% dibanding dengan periode sama di 2013. Barang modal biasanya berupa mesin yang berguna untuk ekspansi tahun-tahun berikutnya.
Destya Faishal, analis Phillip Capital, menyatakan, memang banyak kendala yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi tahun depan terhambat. Satu-satunya harapan ialah penanaman modal bisa terdongkrak dengan program pemerintah membangun infrastruktur. "Fokus pemerintah di infrastruktur akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia," ujar Destya dalam acara Economic Outlook yang digelar KONTAN, Sabtu (20/12).
Rencana pembangunan infrastruktur yang masif bisa mendorong minat investor masuk ke Indonesia. Aliran dana investor akan memacu perekonomian sehingga bisa tumbuh lebih kencang.
Tapi, hal ini juga akan menimbulkan efek negatif. Banyaknya proyek infrastruktur bisa mendorong pertumbuhan impor. Walhasil, tekanan akibat neraca perdagangan yang mengalami defisit tahun depan bisa meningkat. Oleh karena itu, mulai saat ini pemerintah seharusnya juga mendorong perkembangan industri substitusi impor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News