kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   6.000   0,39%
  • USD/IDR 16.199   -64,00   -0,40%
  • IDX 7.055   -28,06   -0,40%
  • KOMPAS100 1.045   -5,74   -0,55%
  • LQ45 819   -1,56   -0,19%
  • ISSI 211   -1,98   -0,93%
  • IDX30 420   0,59   0,14%
  • IDXHIDIV20 502   1,87   0,37%
  • IDX80 120   -0,61   -0,51%
  • IDXV30 123   -1,54   -1,23%
  • IDXQ30 139   0,36   0,26%

Guyuran Stimulus Sebelum Kerek PPN 12% Dinilai Kebijakan Berisiko Tinggi


Rabu, 27 November 2024 / 20:04 WIB
Guyuran Stimulus Sebelum Kerek PPN 12% Dinilai Kebijakan Berisiko Tinggi
ILUSTRASI. Sejumlah pekerja menyebrang di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Selasa (16/4/2024). Pemerintah berencana menaikkan tarif PPN menjadi 12% dan akan memberikan sejumlah stimulus untuk mendongkrak perekonomian masyarakat.


Reporter: Shifa Nur Fadila | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% dan akan memberikan sejumlah stimulus untuk mendongkrak perekonomian masyarakat. Meski demikian, kebijakan ini dinilai memiliki risiko yang signifikan.  

Direktur Eksekutif Center for Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menilai bahwa meskipun pemerintah berencana memberikan bantuan tunai atau subsidi tambahan bagi masyarakat menengah ke bawah sebelum kenaikan tarif PPN, kebijakan ini tetap membawa risiko tinggi. 

"Bantuan hanya bersifat temporer, sementara kenaikan tarif PPN 12% akan berimbas pada jangka panjang," ujar Bhima kepada Kontan, Rabu (27/11).  

Baca Juga: PPN 12% Disinyalir Ditunda, Pemerintah Disarankan Siapkan Stimulus untuk Masyarakat

Bhima juga menyoroti bahwa tidak semua kelompok masyarakat, khususnya kelas menengah, akan menerima kompensasi. 

Ia menyebut jumlah kelompok kelas menengah atau aspiring middle class mencapai 137,5 juta orang, sehingga sulit memastikan semua mendapat bantuan. 

Selain itu, alokasi bantuan sosial juga belum jelas.  

Kenaikan inflasi bahkan diperkirakan akan terjadi sebelum tarif PPN 12% berlaku pada Januari 2025. 

Bhima menyebut fenomena pre-emptive inflation*, yaitu inflasi yang terjadi lebih awal akibat perilaku pelaku usaha di sektor ritel dan manufaktur yang menaikkan harga untuk menjaga margin keuntungan.  

Baca Juga: Kondisi Fiskal Makin Berat, Ekonom Proyeksi Kenaikan Tarif PPN 12% Tetap Berjalan

Kekhawatiran ini tercermin dari ekspektasi kenaikan harga pada akhir 2024 hingga kuartal I 2025. 

Selain dipengaruhi oleh musim liburan Natal dan Tahun Baru, kenaikan harga juga terindikasi akibat persiapan penerapan tarif PPN baru. 

"Fenomena pre-emptive inflation akan membuat proyeksi inflasi 2025 jauh lebih tinggi dibanding 2024," pungkas Bhima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×