CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Gubernur BI Sebut Perlambatan Ekonomi Global Sudah di Depan Mata


Kamis, 22 September 2022 / 16:11 WIB
Gubernur BI Sebut Perlambatan Ekonomi Global Sudah di Depan Mata
Gubernur BI Perry Warjiyo mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Kamis (17/9/2020) via Youtube. Bos BI Mewanti-Wanti, Perlambatan Ekonomi Global di Depan Mata.


Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memprediksi prospek pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2023 masih suram. Bahkan BI memproyeksikan risiko penurunan ekonomi global masih terbuka lebar.

Gubernur BI Perry Warjiyo memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia pada 2023 hanya sebesar 2,6% secara tahunan atau year on year (yoy), atau lebih rendah dari perkiraan pertumbuhan pada tahun 2022 yang sebesar 2,7% yoy.

Perry menjelaskan, pertumbuhan ekonomi global yang lebih rendah didorong oleh tekanan inflasi dan ketidakpastian pasar keuangan global.

"Masih terjadi disrupsi rantai pasok global, adanya proteksionisme di berbagai negara, ketegangan politik, dan respons kebijakan suku bunga yang agresif di Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara," terang Perry, Kamis (22/9) saat menjawab pertanyaan Kontan.co.id.

Baca Juga: Bunga BI Naik, Bunga Simpanan dan Bunga Kredit Justru Turun

Perry memerinci, ketegangan politik diperkirakan masih terjadi pada tahun depan. Ini masih akan menyebabkan gangguan mata rantai pasok global, sehingga mendorong harga energi untuk tetap bertahan tinggi.

Belum lagi risiko penurunan volume perdagangan dunia karena perlambatan ekonomi global dan juga kebijakan proteksionisme yang ditetapkan oleh beberapa negara untuk melindungi perekonomian dalam negeri.

Nah, tekanan inflasi pun diperkirakan akan berlanjut di negara maju maupun negara berkembang. Bahkan, inflasi inti berada dalam tren peningkatan sehingga mendorong bank-bank sentral di banyak negara melanjutkan pengetatan kebijakan moneter yang agresif.

Contohnya saja kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed). Setelah mengerek suku bunga acuan sebesar 75 bps pada bulan ini, diperkirakan kenaikan suku bunga acuan The Fed tidak akan berhenti sampai di sini.

"Ini kemudian mendorong makin kuatnya mata uang dolar AS terhadap seluruh mata uang di dunia, sehingga mendorong ketidakpastian di pasar keuangan global dan mengganggu aliran portofolio ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia," jelas Perry.

Baca Juga: Harga BBM Naik, BI Catat Inflasi pada Pekan Ketiga September 2022 Capai 5,89%

Ia pun memperkirakan sejumlah negara besar juga turut mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi pada tahun depan. Sebut saja AS yang diperkirakan tumbuh 1,5% yoy pada 2023, atau lebih rendah dari perkiraan pertumbuhan pada tahun 2022 yang sebesar 2,1% yoy.

Kemudian, Eropa diperkirakan tumbuh sekitar 1,2% yoy pada tahun 2023, atau jauh lebih rendah dari perkiraan pertumbuhan ekonomi di tahun ini yang sebesar 2,1% yoy.

Lebih lanjut, selain potensi perlambatan perekonomian global, Perry juga menduga bakal  terbuka lebar potensi sejumlah negara maju untuk jatuh ke jurang resesi pada tahun 2023. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×