kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Greenpeace: Penghapusan premium tidak bisa ditawar lagi


Jumat, 11 Mei 2018 / 23:32 WIB
Greenpeace: Penghapusan premium tidak bisa ditawar lagi
ILUSTRASI. Pengisian BBM jenis Premium di SPBU Pertamina


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Greenpeace Indonesia menyayangkan kebijakan pemerintah terkait premium. Pihaknya berharap pemerintah menghapus bahan bakar minyak (BBM) beroktan 88 tersebut.  

“Kebijakan ini sangat parah. Ini kemunduran, karena hampir semua negara sudah menghapus Premium,” kata Bondan dalam keterangannya, Jumat (11/5).

Menurut Bondan, kebijakan mempertahankan premium bisa berdampak negatif. Karena tidak hanya merusak mesin kendaraan bermotor, namun juga semakin memperburuk kondisi udara.

Untuk mesin kendaraan bermotor misalnya, menurut Bondan, hampir seluruh produk industri otomotif diperuntukkan bagi BBM dengan RON tinggi, yaitu seri Pertamax atau setidaknya Pertalite. Jika dipaksa menggunakan premium, tentu akan mengakibatkan  pembakaran tidak sempurna dan merusak mesin kendaraan.

Di sisi lain, hasil pembakaran yang tidak sempurna tersebut akan menghasilkan emisi karbon yang memperburuk kualitas udara. Tentu saja mengkhawatirkan, apalagi Jakarta sudah berada pada sepuluh besar kota dengan udara terburuk di dunia.

“Bahkan, pada 2 Mei 2018, World Health Organization (WHO) merilis bahwa polusi udara adalah salah satu penyebab penyakit. Jadi 9 dari 10 kematian di dunia erat kaitannya dengan polusi udara,” lanjut Bondan.

Kualitas udara di kota-kota besar di Indonesia memang buruk. Di Jakarta, misalnya, konsentrasi PM2.5 antara Januari 2017 hingga Januari 2018 sudah berada di angka 35 mikro gram (ug) per meter kubik atau jauh melebihi ambang batas World Health Organization (WHO), yakni 25 ug/m3.

“Itu sebabnya, penghapusan premium tidak bisa ditawar lagi. Pemerintah seharusnya memiliki roadmap yang jelas tentang kebijakan energi,” kata dia.

Sebelumnya, pemerintah memang mewajibkan setiap SPBU menjual Premium, termasuk di Jawa, Madura, dan Bali (Jamali). Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, Pertamina tidak akan rugi dengan menyediakan Premium di seluruh Indonesia.

Caranya, lanjut Jonan, Pertamina bisa memberikan tambahan subsidi kepada Premium. Selain itu, agar konsumen Premium beralih ke Pertalite, Pertamina bisa memberikan undian berhadiah bagi setiap pengguna Pertalite.

Namun sikap Pemerintah itu dikritisi pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio. Menurut Agus, kewajiban distribusi Premium di Jamali memang mengherankan. Karena berbeda dengan luar wilayah tersebut, konsumen di Jamali pada umumnya sudah mampu membeli BBM berkualitas.

Dalam konteks itulah Agus menduga, kebijakan tersebut sangat kental dengan muatan politis. Terlebih, 2018 akan dilaksanakan Pilkada serentak dan pada 2019 akan dilaksanakan Pileg dan Pilpres. “Karena ini tahun politik, Pemerintah tidak mau ramai. Kalau Jawa bergejolak, kan repot,” jelas Agus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×