Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) menginginkan ekonomi Indonesia tumbuh berkualitas. Salah satunya dengan memasukkan pendapatan nasional bruto atau gross national income (GNI) per kapita sebagai indikator kualitas perekonomian.
Dalam RAPBN 2026, target GNI per kapita masuk dalam target pembangunan nasional yang ditargetkan sebesar US$ 5.520, dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4%.
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman menilai, target GNI per kapita sebesar US$ 5.520 pada 2026 secara kalkulasi makro memang mungkin tercapai jika pertumbuhan 5,4% konsisten dan stabilitas kurs terjaga.
Menurutnya, capaian ini lebih merefleksikan milestone statistik ketimbang jaminan kualitas pertumbuhan. GNI per kapita hanya menunjukkan kenaikan rata-rata pendapatan, tanpa memperlihatkan dimensi distribusi, ketimpangan, maupun daya serap sektor produktif terhadap tenaga kerja.
“Jika pemerintah menjadikan indikator ini sebagai tolok ukur ekonomi berkualitas, maka narasi tersebut patut dipertanyakan. Kualitas pertumbuhan seharusnya diukur dari perbaikan produktivitas, diversifikasi industri bernilai tambah, serta peningkatan daya beli masyarakat luas, bukan sekadar rata-rata pendapatan dalam dollar,” tutur Rizal kepada Kontan, Rabu (27/8/2025).
Baca Juga: Ekonomi RI Diproyeksi Tumbuh 5%, Konsumsi & Investasi Jadi Kunci Dongkrak Ekonomi
Tanpa pondasi struktural tersebut, Rizal bilang, GNI per kapita berisiko menjadi ilusi kesejahteraan makro yang tidak dirasakan secara merata.
Adapun GNI per kapita berfungsi sebagai instrumen naratif untuk menunjukkan bahwa Indonesia kian dekat dengan status negara berpendapatan tinggi, sesuatu yang penting secara geopolitik dan diplomasi ekonomi.
Persoalannya, kata Rizal, selama struktur ekonomi masih didominasi konsumsi rumah tangga dan ekspor berbasis komoditas mentah, kenaikan GNI per kapita cenderung bersifat elitis dan lebih menguntungkan segmen menengah-atas, sementara kelas bawah tetap berhadapan dengan stagnasi daya beli.
Dengan demikian, Rizal menyimpulkan target tersebut tidak sekadar soal teknis makroekonomi, tetapi dalam kerangka politik ekonomi dalam membangun legitimasi sangat challenging.
“Pemerintah menempatkan angka GNI sebagai narasi kemajuan, meski kualitas pertumbuhan yang sejati seperti pemerataan, industrialisasi, dan produktivitas tenaga kerja masih menjadi pekerjaan rumah besar,” imbuhnya.
Baca Juga: DPR Inginkan GNI Per Kapita Jadi Indikator Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas
Selanjutnya: Simpanan Nasabah Kaya Melesat, LPS Beberkan Pemicunya
Menarik Dibaca: 10 Merek Sunscreen Lokal Terbaik pada Tahun 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News