Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Pengurus Pusat (GPP) Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) secara resmi telah mengajukan uji materi di Mahkamah Konstitusi terkait kenaikan pajak hiburan sejak Rabu (7/2) lalu.
Selama proses hukum berlangsung, DPP GIPI mengimbau kepada seluruh pengusaha hiburan terdampak kenaikan pajak 40%-70% tetap membayar pajak hiburan dengan tarif lama
Imbauan ini disampaikan melalui Surat Edaran (SE) DPP GIPI yang ditujukan kepada seluruh Pengusaha Diskotik, Pengusaha Karaoke, Pengusaha Kelab Malam, Pengusaha Bar dan Pengusaha Mandi Uap/Spa pada hari ini, Senin (12/2).
Baca Juga: Pemerintah Siap Hadapi Gugatan Pajak Hiburan
"Dengan mulai berjalannya proses hukum di Mahkamah Konstitusi, maka DPP GlPl menyampaikan sikap bahwa selama menunggu putusan Uji l/lateri di Mahkamah Konstitusi, maka pengusaha jasa hiburan (diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa) membayar pajak hiburan dengan tarif lama," bunyi SE tersebut.
Hal ini dilakukan agar dapat menjaga keberlangsungan usaha hiburan dlskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa terhadap kenaikan tarif yang akan berdampak pada penurunan konsumen.
Asal tahu saja, jika melihat pada peraturan sebelumnya yang tertuang dalam Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) Nomor 28 Tahun 2009, Diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya; sirkus, akrobat, dan sulap; dan permainan biliar, golf, dan bowling masuk dalam kategori pameran dan dikenakan paling rendah 35% dan paling tinggi 75%.
Sedangkan dalam undang-undang terbaru No.1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, merujuk Pasal 58 ayat 2, khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan spa telah ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.
Baca Juga: Pebisnis Gugat Aturan Terkait Pajak Hiburan
Adapun harapan DPP GIPI dalam Pengujian Materil ini bahwa Mahkamah Konstitusi dapat mencabut Pasal 58 Ayat (2) pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022.
Sehingga penetapan Tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang termasuk dalam Jasa Kesenian dan Hiburan adalah sama, yaitu antara O - 1O%.
"Dengan dicabutnya Pasal 58 Ayat (2) pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2A22, maka tidak ada lagi diskriminasi penetapan besaran pajak dalam usaha Jasa Kesenian dan Hiburan," tutup SE tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News