Reporter: Achmad Jatnika | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak goreng saat ini masih dalam harga yang tinggi. Merujuk laman resmi Kementerian Perdagangan (Kemendag) per 14 Januari 2022, harga minyak goreng curah berada di angka Rp 18.100 per liter dan harga minyak goreng kemasan sederhana Rp 18.900 per liter.
Tingginya harga minyak goreng (migor) ini dinilai Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) diduga ada praktik kartel di baliknya. Hal ini karena harga minyak goreng selama tiga bulan masih tinggi, belum menunjukkan harga yang turun.
Adanya isu mengenai kartel migor, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga menilai, hal tersebut hanya bagi orang yang tahu dan berkecimpung di pasar dalam negeri saja.
Baca Juga: Pekan Ini, Minyak Goreng Seharga Rp 14.000 Per Liter Sudah Tersedia di Pasar
“GIMNI melihat bahwa sebutan kartel itu ada bagi mereka yang hanya tahu dan berkecimpung di pasar DN (dalam negeri) saja, dan kurang pengetahuan bahwa minyak sawit itu adalah produk dunia yang punya pangsa pasar terbesar,” katanya kepada Kontan, Minggu (16/1).
Dalam arti, Sahat menilai bahwa adanya isu kartel ini tidak ada, karena dalam pengamatan GIMNI sehari-hari dan di lapangan, ia tidak melihat adanya kartel yang memainkan harga migor sehingga harganya melonjak. Ia bahkan menilai isu ini asal bunyi atau asbun.
“Dari produksi sawit Indonesia yang mencapai 51,16 juta ton itu 65,2% adalah pasar LN (luar negeri). Pemakaian domestik, termasuk biodiesel, hanya 34,8%. Melihat dominasi pasar ekspor, di mana rumusnya ada kartel? kecuali kita yang memang hobi bikin isu,” ungkap Sahat.
Sementara itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengungkapkan sedang meneliti dari adanya isu mengenai kartel migor ini. Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur kepada Kontan mengungkapkan bahwa saat ini belum ada posisi mengenai isu ini.
“Saat ini KPPU belum ada posisi. Kami masih menelitinya. Insha Allah dalam minggu ini kami sampaikan,” kata Deswin ketika dihubungi Kontan, Minggu (16/1).
Sahat menjelaskan, bahwa saat ini yang bisa dilakukan agar harga migor bisa turun dan terjangkau oleh masyarakat, adalah dengan adanya pengeluaran biaya atau tunjangan dari kemahalan harga migor, dan menjadi program pemerintah.
“Kalau mau harga jual migor turun dan affordable iya ada pengeluaran biaya atau tunjangan kemahalan harga migor, dan ini dapat dijadikan sebagai Program Pemerintah,” kata Sahat.
Baca Juga: BI Perkirakan Inflasi Januari 2022 Sekitar 0,58%, Berikut Komoditas Pendorongnya
Sahat juga berpendapat, agar suasana tidak menjadi rumit dan tidak terjadi ketimpangan dari harga migor di pasar, menurutnya tunjangan kemahalan itu dapat diambil dari dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan dibagikan ke masyarakat melalui kementerian yang berwenang.
“Apabila tunjangan kemahalan ini disalahgunakan oleh oknum untuk menimbun harga yang murah itu, lalu di ekspor, maka penimbun tersebut perlu dikenai pidana,” jelasnya.
Menurutnya, pemerintah jangan sampai mengorbankan petani sawit untuk menurunkan harga migor ke depannya, karena mereka sedang menikmati harga di pasar global yang sedang tinggi. “Jangan lupa bahwa republik ini juga dihuni oleh petani sawit, dengan harga sawit di pasar global tinggi, maka para petani juga menikmati, dan punya daya beli yang lebih baik.
Apakah mereka harus dikorbankan untuk menyenangkan para penduduk di perkotaan yang tak punya sawit?” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News