Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Sidang perkara perdata gugatan perbuatan melawan hukum yang dilayangkan oleh kubu Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto) dan PT Bali Pecatu Graha (BPG) melawan PT Garuda Indonesia dan PT Indo Multi Media (IMM), mulai memasuki babak pembuktian.
Sidang yang digelar pada Rabu (30/3) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan ini dengan agenda pembuktian dari pihak Garuda sebagai pihak tergugat. Garuda pada persidangan kali ini menyampaikan bukti berupa dokumen tertulis sebanyak 70 buah dokumen. Dokumen tersebut mengenai doktrin-doktrin hukum dan yurisprudensi yang menyatakan bahwa gugatan dari pihak Tommy Soeharto seharusnya tidak diterima oleh majelis hakim. Hal tersebut diungkapkan oleh kuasa hukum Garuda, Ahmad Maulana kepada sejumlah media seusai persidangan.
Kalaupun memang ada yang harus bertanggungjawab, menurut Ahmad pihak yang paling bertanggungjawab dalam perkara ini justru tidak digugat. Penerjemah merupakan pihak yang paling bertanggungjawab atas asal mula perkara ini. Dan hal ini juga sudah banyak dikutip dalam gugatannya penggugat. "Bahwa seorang penerjemah yang berkewarganegaraan asing adalah asal mula dari timbulnya permasalahan ini. Tapi itu sama sekali tidak digubris sampai hari ini," tutur Ahmad.
Lebih lanjut Ahmad menyatakan bahwa pihaknya tidak mengerti mengapa pihak yang dinilai paling bertanggungjawab tidak dinyatakan sebagai tergugat dalam perkara ini. Hal ini, menurut Ahmad sebenarnya tidak dapat diterima dalam suatu sistem acara perdata.
Sementara itu kuasa hukum Tommy Soeharto, Ferry Firman Nurwahyu kepada media menyatakan bahwa sebenarnya penyelesaian perkara ini adalah hal yang sepele. Perkara ini tidak perlu berlarut-larut hingga 8 bulan lamanya. Pasalnya, menurut pihak Tommy, pihak tergugat dapat menyelesaikan perkara ini dengan damai. "Penyelesaian perkara ini simple. Yaitu selesaikan secara damai," tutur Ferry.
Kompensasi perdamaian yang diinginkan oleh pihak penggugat adalah adanya permintaan maaf atas nama Tommy Soeharto, di media massa. Selain itu, "Ganti rugi immaterial sebesar Rp 25 miliar, serta ganti rugi material yang jumlahnya tidak besar. Lebih kurang Rp 13 juta," pungkasnya.
Sekadar mengingatkan, kasus ini terjadi karena Tommy Soeharto merasa dirugikan atas catatan kaki dalam sebuah artikel yang terbuat dalam Majalah Garuda edisi Desember 2009. Selanjutnya Tommy pun menggugat pihak-pihak terkait dengan gugatan perdata perbuatan melawan hukum. Artikel di halaman 30 yang bertajuk "A New Destination to Enjoy in Bali", itu sejatinya memuat cerita tentang kawasan liburan di Pecatu, Bali.
Namun di bawah tulisan terdapat catatan kecil bertuliskan: Tommy Soeharto adalah pemilik kawasan dan dia merupakan seorang pembunuh yang telah divonis oleh pengadilan. Tommy Soeharto pun lantas menggugat keenam pihak tersebut. Tommy juga menuntut agar kedua perusahaan itu meminta maaf secara terbuka di Harian Kompas, Majalah Tempo dan Bisnis Indonesia. Menurut kuasa hukum Tommy Soeharto, Ferry Firman Nurwahyu, isi artikel serta catatan kaki di bawahnya telah menyimpang dari asas hukum atau prinsip kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian dalam kehidupan bermasyarakat. Bahkan ia menduga tulisan tersebut sengaja ditulis dengan disertai niat buruk.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News