kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45913,99   -12,74   -1.37%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Gagal jalankan perdamaian, Bosaeng Jaya pailit


Minggu, 17 Agustus 2014 / 21:51 WIB
Gagal jalankan perdamaian, Bosaeng Jaya pailit
ILUSTRASI. Promo JSM Alfamidi Sambut Ramadhan Periode 3-5 Maret 2023.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. PT Bosaeng Jaya gagal menjalan proses perjanjian perdamaian dalam Penundaan Kewajiban Pembayar Utang (PKPU) yang telah disetujui para krediturnya. Akibatnya, salah satu kreditur Bosaeng yakni PT Bitupack asal Tangerang mengajukan permohonan pembatalan perdamaian. Dan pada 15 Juli 2014 , Pengadilan Niaga (PN) Jakarta Pusat memutuskan Bosaeng dalam keadaan pailit.

Kuasa hukum PT Bitupack, Syairul Irwanto mengatakan kliennya memiliki tagihan sebesar Rp 1,6 miliar kepada Bosaeng. Awalnya perjanjian perdamaian itu dijalankan oleh Bosaeng, tapi pada bulan keempat dan kelima, Bosaeng gagal menjalankan kewajibannya. "Dengan alasan itu, kami mengajukan pembatalan perdamaian dan majelis hakim memutus Bosaeng pailit," ujarnya saat ditemui di PN Jakarta Pusat akhir pekan lalu.

Dengan putusan tersebut, Majelis hakim mengangkat Yuhelson dan Nuzul Hakim sebagai kurator pailit. Rapat kreditur pertama pasca dinyatakan pailit dilaksanakan pada Kamis (14/8) di PN Jakarta Pusat. Salah seorang kurator, Yuhelson mengatakan dalam rapat kreditur perdana tersebut, pihaknya memperkenalkan diri kepada para kreditur. "Kami juga menyampaikan apa saja yang perlu dipersiapkan kreditur untuk menyampaikan tagihan mereka," tuturnya.

Kurator meminta agar kreditur segera mengajukan tagihan kepada kurator paling lambat tanggal 20 Agustus 2014. Kemudian kurator akan melakukan verifikasi utang pada 5 September 2014. Sejauh ini, Yuhelson menuturkan, aset milik Bosaeng berupa tanah dan gedung pabrik di daerah Bekasi dengan nilai sekitar Rp 80 miliar.

Namun aset tersebut telah dijamikan kepada PT Bank Woori Indonesia dengan nilai tagihan Rp 54 miliar. Sesuai Undang-Undang Kepailitan, Bank Woori, sebagai kreditur separatis, atau yang memegang hak jaminan, diberikan waktu selama dua bulan pasca dinyatakan pailit untuk melelang atau menjual aset tersebut. Namun bila tidak berhasil, maka kurator berhak melelangnya.

Lanjut Yuhelson,  kurator berharap Bank Woori tidak sempat melelang aset tersebut, sehingga kurator bisa melelangnya dengan harga yang lebih tinggi. Dengan demikian bila terjual, maka hak tagihan Bank Woori menjadi prioritas sesuai UU dan sisanya dibagikan kepada kreditur lainnya, termasuk karyawan. Sejauh ini, kurator belum mengetahui berapa persis total nilai utang Bosaeng.

PT Koexim Mandiri Finance, kreditur lain Bosaeng memiliki nilai tagihan sebesar US$ 400.000. Kuasa Hukum Koexim, Teuku Faizal Karimuddin mengatakan pihaknya berharap kurator bisa mengumpulkan aset-aset milik Bosaeng dan melelangnya. Dengan demikian, uang mereka bisa kembali. Sebelumnya, Koexim pernah mengajukan PKPU terhadap Bosaeng, namun ditolak pengadilan karena dinilai tidak sederhana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×