kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Fitch Ratings Prediksi BI Kerek Suku Bunga Acuan Sebesar 50 Bps pada 2022


Rabu, 29 Juni 2022 / 15:37 WIB
Fitch Ratings Prediksi BI Kerek Suku Bunga Acuan Sebesar 50 Bps pada 2022
ILUSTRASI. Fitch Ratings Prediksi BI Kerek Suku Bunga Acuan Sebesar 50 Bps pada 2022.


Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Di tengah peningkatan suku bunga kebijakan global, Bank Indonesia (BI) hingga kini masih menahan suku bunga acuan di level 3,5%. Meski begitu, lembaga pemeringkat Fitch Ratings memperkirakan era suku bunga rendah ini tak bertahan selamanya. 

Lembaga tersebut memperkirakan, pada tahun ini BI akan mulai menaikkan suku bunga acuan pada tahun 2022 sebesar 50 basis poin (bps) dan pada tahun 2023 diperkirakan suku bunga acuan naik hingga 100 bps. 

“Kami memperkirakan era suku bunga rendah akan berganti, ini untuk mengurangi perbedaan suku bunga dengan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) dan menghindari depresiasi rupiah yang tajam,” tulis lembaga tersebut dalam laporannya, Selasa (28/6) waktu setempat.

Baca Juga: Menyambut Semester II, Ini Rekomendasi Saham yang Bisa Dicermati

Meski berbagai lembaga sudah meramal berapa kenaikan suku bunga acuan Indonesia tahun ini, Gubernur BI Perry Warjiyo masih menyiratkan BI belum akan buru-buru dalam mengerek suku bunga acuan.

Perry mengatakan, BI masih akan terus mencermati tekanan inflasi ke depan, termasuk ekspektasi inflasi dan dampaknya pada inflasi inti. 

Perry juga mengaku tengah fokus dalam menjaga pergerakan nilai tukar rupiah didukung dengan pengendalian inflasi dengan tetap memperhatikan bekerjanya mekanisme pasar dan fundamental. Dalam hal ini, Perry terus melakukan langkah stabilisasi nilai tukar rupiah agar imported inflation tetap terjaga. 

Sebelum menaikkan suku bunga acuan pun, BI sebenarnya sudah melakukan normalisasi kebijakan moneter, lewat penyerapan likuiditas. Hal ini dilakukan dengan peningkatan kewajiban giro wajib minimum (GWM) secara berkala serta menaikkan efektivitas operasi moneter. 

Baca Juga: BI: Internasional Menyakini Stabilitas Ekonomi Jangka Menengah Indonesia

“Hal ini kami lakukan agar likuiditas di perbankan tetap terjaga, tetapi tidak menimbulkan tekanan-tekanan pada instabilitas, baik nilai tukar rupiah maupun juga inflasi,” tandas Perry. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×