Reporter: Yuwono Triatmodjo | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Ada baiknya kita mempelajari dengan serius resep Filipina bertahan dari tekanan ekonomi global. Saat ekonomi sejumlah negara di Asia Tenggara goyah, ekonomi Filipina tetap tangguh.
Alhasil, tak seperti mata uang negara sekawasan yang jeblok, mata uang peso Filipina tak ikut terperosok dalam. Sepanjang tahun ini, pertahanan peso cukup kuat menghadapi keperkasaan dollar Amerika Serikat (AS).
Hingga pukul 20.10 WIB, Jumat (21/8), nilai tukar peso bertengger di level Php 46.673 per dollar AS. Jika dihitung sejak awal tahun, peso hanya turun 4,37%.
Bandingkan dengan rupiah yang tergerus 12,61% ke Rp 13.950 pada periode sama, atau ringgit Malaysia yang rontok 19,19% ke RM 4,1685 per dollar AS.
Apa resep Filipina sehingga ekonominya masih tangguh? Pengamat Asia Tenggara sekaligus pendiri dan Chief Executive Oofficer (CEO) KRA Group, Karim Raslan menyebutkan beberapa faktor. Pertama, Filipina tidak menjadikan China sebagai negara tujuan utama ekspor. Dus, saat ekonomi China melambat, tak berefek besar ke Filipina.
Kedua, ekspor Filipina tidak mengandalkan komoditas sumber daya alam. Ketiga, pertumbuhan ekonomi Filipina juga ditunjang oleh businessprocess outsourcing (BPO) yang kuat. BPO merupakan penyediaan jasa sumber daya manusia dengan sistem outsourcing. Itu pula sebabnya, Filipina menjadi primadona investor asing membenamkaninvestasi langsung atawa foreign direct investment (FDI).
Sebagai gambaran, nilai investasi asing di Filipina pada akhir tahun 2014 menyentuh angka US$ 6,2 miliar. Ini adalah rekor tertinggi FDI Filipina. Angka tersebut melonjak lima kali lipat sejak tahun 2010 atau semenjak Benigno Aquino menjabat Presiden Filipina.
Menurut catatan Financial Times, Aquino mampu menghidupkan kepercayaan pemodal asing dengan kebijakan reformasi ekonomi dan anti korupsi. Ia juga menggenjot penerimaan pajak tanpa menaikkan tarif pajak.
Faktor lain yang menyokong ekonomi Filipina, kata Karim, adalah remitansi atawa kiriman uang dari warga negaranya yang bekerja di luar negeri. "Kalau ada bencana di Filipina, kiriman remitansi mereka semakin membesar," ujar Karim kepada KONTAN, kemarin.
Bank Sentral Filipina atau Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP) mencatat, pada semester I-2015 nilai remitansi warga negara Filipina mencapai US$ 13,4 miliar atau setara Rp 186,19 triliun (dengan kurs US$ 1=Rp 13.895). Angka tersebut tumbuh 5,3% dari periode sama tahun 2014 yang sebesar US$ 12,7 miliar.
Berdasarkan data badan urusan tenaga kerja di luar negeri Filipina atau Philippine Overseas Employment Administrat ion (POEA) , perantau asal Filipina banyak bekerja di sektor jasa, produksi, dan profesional, di Arab Saudi, Kuwait, Qatar, Taiwan dan Uni Emirat Arab.
Tak ayal, ekonomi Filipina masih tumbuh lumayan saat yang lain terjerembab. Prediksi Japan Center for Economic Research (JCER) seperti dikutip Asia.Nikkei.com, tahun ini ekonomi Filipina akan tumbuh 6,2%. Selain efek penurunan harga minyak dan investasi asing, juga kontribusi remitansi warga negara Filipina.
Hitungan JCER, remitansi bakal menyumbang 10% terhadap produk domestik bruto (PDB) Filipina tahun ini. Semua faktor itu menjadi kuda-kuda kokoh bagi Filipina saat ekonomi dunia lesu saat ini. Sekali lagi, Indonesia pantas belajar dari pengalaman Filipina ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News