Reporter: Adinda Ade Mustami, Margareta Engge Kharismawati | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pelambatan ekonomi Indonesia kian menjadi kenyataan. Pengumuman surplus neraca dagang yang luar biasa besar menjadi bukti itu.
Badan Pusat Statistik (BPS), kemarin (18/8) mengumumkan, neraca perdagangan Indonesia pada bulan Juli 2015 surplus sebesar US$ 1,33 miliar. Kinerja ekspor tercatat mencapai US$ 11,41 miliar, sedang impor lebih rendah yaitu US$ 10,08 miliar.
BPS juga mencatat surplus neraca perdagangan secara akumulasi Januari-Juli 2015 mencapai US$ 5,73 miliar. "Ini adalah capaian surplus yang luar biasa, terbesar sejak Januari 2014," tandas Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, Adi Lumaksono.
Namun, capaian surplus yang diklaim tertinggi dalam 19 bulan terakhir ini terpicu melorotnya impor yang lebih dalam ketimbang turunnya kinerja ekspor. Jika ekspor turun 15,53% atau hanya US$ 11,41 miliar, impor anjlok hingga 22,36% dibandingkan dengan bulan sebelumnya menjadi US$ 10,08 miliar.
Penurunan impor ini menjadi bukti nyata perlambatan ekonomi. Pasalnya, kinerja impor ini turun ke level terendah sejak September 2010.
Impor barang konsumsi menyumbang penurunan terbesar, mencapai 31,31% dari Juni 2015. Disusul penurunan 22,4% impor barang modal serta impor bahan baku dan penolong yang turun 21,41%.
Kondisi ini menyiratkan permintaan konsumen lemah serta kelesuan ekspansi pebisnis. Tak hanya itu, Penurunan kinerja impor juga menjadi bukti bahwa pengeluaran pemerintah lebih lemah dari perkiraan, dengan melorotnya permintaan barang modal. Penurunan impor bahan baku juga menjadi bukti perlambatan kegiatan manufaktur
Adi menjelaskan, anjloknya impor Juli diperdalam dengan puasa dan lebaran yang menyebabkan produksi melambat terhenti. "Ada pula faktor kurs rupiah terhadap dollar AS yang mempengaruhi aliran barang," jelas Adi.
Meski begitu, pemerintah dan BI masih hakul yakin bahwa fundamental ekonomi Indonesia masih baik. Bahkan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro optimistis industri manufaktur tetap berjalan sejalan dengan meningkatnya produksi di dalam negeri.
Adapun bank sentral melihat inflasi serta neraca transaksi juga berjalan masih bagus. "Dilihat dari dua indikator utama itu, ekonomi masih baik," ujar Pery Warjiyo, Deputi Gubernur BI.
Namun Ekonom Bank BCA David Sumual memberi catatan bahwa nilai impor Juli adalah terendah sejak bulan September 2010. "Ke depan makin mengkhawatirkan. Ini ada sinyal bahwa ekonomi masih lemah," kata David.
Pemerintah perlu waspada karena daya beli masyarakat juga turun. Ini tercermin dari menurunnya upah riil buruh tani serta penurunan upah buruh sektor konstruksi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News