Reporter: Grace Olivia | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perang dagang yang bergema antara Amerika Serikat (AS) dan China dalam dua tahun terakhir menjadi sumber ketidakpastian besar bagi perekonomian dunia. Namun, di sisi lain, perang dagang membawa terang bagi sejumlah negara yang jeli terhadap peluang.
Dalam riset bertajuk Global Economic Risks and Implications for Indonesia, yang diterima Kontan.co.id, Kamis (5/9), Bank Dunia mencatat arus masuk investasi langsung asing atau foreign direct investment (FDI) ke Indonesia terbilang kalah jauh dibanding negara-negara tetangga.
Dalam lima tahun terakhir, rata-rata arus masuk FDI ke Indonesia hanya 1,9% terhadap PDB. Angka ini jauh di bawah rata-rata yang dicapai Kamboja yaitu 11,8% dari PDB, Vietnam 5,9%, Malaysia 3,5%, dan Thailand 2,6% terhadap PDB.
Baca Juga: Bank Dunia: Terlalu fokus kurangi CAD, pertumbuhan ekonomi Indonesia lesu
Dalam konteks perang dagang AS-China, Bank Dunia menyebut bisnis yang memilih keluar dari China lebih banyak memilih destinasi negara lain ketimbang Indonesia. “Alasannya, negara lain lebih menyambut (welcome) dengan proses yang lebih pasti dan singkat seperti di Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Taiwan,” terang Bank Dunia.
Sementara, pemindahan bisnis dan pabrik produksi ke Indonesia dianggap berisiko, rumit, dan memakan waktu panjang, setidaknya satu tahun proses. Sepanjang Juni-Agustus 2019, terdapat 33 perusahaan yang tercatat di China mengumumkan rencana pemindahan bisnis dan basis produksi ke negara lain. Sebanyak 23 perusahaan itu memilih ke Vietnam, sementara 10 perusahaan lainnya ke Kamboja, India, Malaysia, Meksiko, Serbia, dan Thailand.
Baca Juga: Bank Dunia: Indonesia terancam mengalami capital outflow besar
Cerita yang sama juga terjadi pada 2017 lalu, dari 73 perusahaan yang keluar dari Jepang, China, dan Singapura, sebanyak 43 perusahaan di antaranya memilih berlabuh di Thailand, 11 perusahaan ke Filipina, dan hanya 10 perusahaan ke Indonesia.
“Setelah AS mengenakan tarif impor mesin cuci di China pada 2016, pabrik-pabrik mesin cuci asal Korea pindah ke Vietnam dan Thailand hanya dalam kurun satu bulan sehingga ekspor di kedua negara itu melonjak,” terang Bank Dunia.
Baca Juga: Wow, pendapatan royalti Korea Selatan dari K-Pop di luar negeri melonjak 140%
Bank Dunia menilai, fenomena ini terjadi lantaran negara-negara lain jauh lebih ambisius dalam mereformasi iklim investasi mereka. Sementara, ekspor Indonesia dinilai kurang kompetitif lantaran mayoritas barang input dikenakan bea masuk, misalnya tarif impor 15% untuk ban, 10% untuk penyala kabel dan mesin petrol, dan 15% untuk koil dan baut.
Indonesia juga dianggap kekurangan insinyur produksi (production engineers), insinyur pemrosesan (process engineers), insinyur desain (design engineers), serta sumber daya manusia lain di bidang perencanaan produksi dan kontrol inventori.
“Restriksi FDI melalui aturan Daftar Negatif Investasi (DNI) membuat biaya logistik lebih tinggi dan tarif listrik lebih mahal, kurang bersaing dibanding negara tetangga lainnya,” ujar Bank Dunia.
Baca Juga: Jokowi sedih, 33 perusahaan hengkang dari China tapi tak ada yang masuk Indonesia
Persoalan ini pun sampai ke telinga Presiden Joko Widodo. Kemarin, Jokowi kembali mempermasalahkan masih belum beresnya masalah regulasi yang berbelit membuat industri enggan masuk ke Indonesia.
"Seminggu lagi kita akan bicara mengenai masalah bagaimana segera menyederhanakan peraturan yang menghambat dan memperlambat," kata Jokowi dalam Rapat Terbatas di Kantor Presiden, Rabu (4/9) kemarin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News