Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Pratama Guitarra
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan edaran tentang tuntunan ibadah dalam kondisi darurat virus corona (Covid-19) sesuai dengan Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Fatwa yang diteken Ketua Umum Muhammadiyah, Haedar Nashir pada 24 Maret 2020 ini menyampaikan, bahwa fenomena penyebaran wabah Covid-19 yang meluas termasuk di Indonesia merupakan pandemic yang mengancam kehidupan manusia.
Oleh karena itu, organisasi islam terbesar di Indonesia ini mengeluarkan 19 poin maklumat darurat Covid-19. Salah satu maklumatnya, yakni poin ke 10 yang menyatakan: Salat Jumat diganti dengan salat Zuhur (empat rakaat) di rumah masing-masing.
Dalam edaran tuntunan itu disebutkan, bahwa Hal tersebut didasarkan kepada keadaan masyaqqah dan juga didasarkan kepada ketentuan dalam hadis berikut bahwa salat Jumat adalah kewajiban pokok, dan mafhumnya salat Zuhur adalah kewajiban pengganti (Ini juga adalah kaul jadid Imam asy-Syāfiʻī).
Dalam kaidah fikih dinyatakan "Apabila yang pokok tidak dapat dilaksanakan, maka beralih kepada pengganti (Syarḥ Manẓūmat al-Qawāʻid al-Fiqhiyyah)," Terang edaran tersebut.
Baca Juga: Wapres minta MUI buat fatwa salat tanpa berwudu bagi tenaga medis yang tangani corona
Berdasarkan kaidah ini, karena salat Jumat sebagai kewajiban pokok tidak dapat dilakukan, maka beralih kepada kewajiban pengganti, yaitu salat Zuhur empat rakaat yang dikerjakan di rumah masing-masing.
Peralihan kepada kewajiban pengganti ini salat Zuhur dapat didasarkan kepada mafhūm aulā (argumentum a minore ad maius) dari hadis berikut. Mafhūm aulā (argumentum a minore ad maius) menyatakan bahwa apabila suatu hal masyaqqah yang lebih ringan dapat membenarkan tidak melakukan suatu yang wajib, maka hal masyaqqah yang lebih berat tentu lebih dapat lagi membenarkan tidak melakukan yang wajib itu.
Hadis dimaksud adalah, dari Abdullāh Ibn ‘Abbās (diriwayatkan) bahwa ia mengatakan kepada muazinnya di suatu hari yang penuh hujan: "Jika engkau sudah mengumandangkan asyhadu an lā ilāha illallāh (aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah), asyhadu anna muḥammadan rasūlullāh (aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah), maka jangan ucapkan hayya ‘alaṣ-ṣalāh (kemarilah untuk salat), namun ucapkan ṣallū fī buyūtikum (salatlah kalian di rumah masing-masing)," Terang hadis itu.
Baca Juga: Ikut anjuran MUI dan Gubernur Anies soal corona, Istana tiadakan salat Jumat
Lanjutan hadis itu menyebut, Rawi melanjutkan: Seolah-olah orang-orang pada waktu itu mengingkari hal tersebut. Lalu Ibn ‘Abbās mengakatan: Apakah kalian merasa aneh dengan ini? Sesungguhnya hal ini telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku (maksudnya Rasulullah SAW). "Sesungguhnya salat Jumat itu adalah hal yang wajib (‘azmah), namun aku tidak suka memberatkan kepada kalian sehingga kalian berjalan di jalan becek dan jalan licin," terang [HR Muslim].
Artinya, dalam hadis ini suatu hal (masyaqqah) yang kecil, yaitu hujan yang tidak menimbulkan bahaya dan mudarat, hanya menyebabkan sedikit ketidaknyamanan, dapat menjadi alasan untuk tidak menghadiri salat Jumat, maka keadaan (masyaqqah) yang jauh lebih berat, seperti penyebaran Covid-19 seperti sekarang yang sangat berbahaya, tentu lebih dapat lagi untuk menjadi alasan tidak menghadiri salat Jumat.
Bahkan penyelenggaraan salat Jumat ditiadakan dalam rangka menghindari bahaya tersebut. Sebab, menghindari mudarat lebih diutamakan dari mendatangkan maslahat, sesuai dengan kaidah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News