kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Faisal: Ada konflik kepentingan di konversi BBG


Senin, 17 November 2014 / 15:50 WIB
Faisal: Ada konflik kepentingan di konversi BBG
ILUSTRASI. Ada banyak nilai positif yang didapatkan para pelajar dengan mengikuti upacara bendera memperingati Hari Lahir Pancasila (dok/MAN 1 Medan)


Sumber: TribunNews.com | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Program konversi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG) berjalan lambat. Indonesia yang menjalankan program konversi sejak 2005 malah jauh tertinggal dibandingkan dengan Malaysia, yang memulai program konversi di tahun yang sama.

Malaysia kini memiliki 170 stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) dengan jumlah kendaraan berbahan bakar gas (ber-BBG) mencapai 51.364 kendaraan di tahun 2012 dengan rata-rata pertumbuhan per tahun mencapai 107,35% Sedangkan Indonesia hanya memiliki 19 SPBG dan masih sedikit kendaraan ber-BBG.

Ketua Komite Reformasi Tata Kelola Migas, Faisal Basri, mengatakan konversi ke BBG tak maksimal karena perencanaan yang dilakukan pemerintah tak sungguh-sungguh. "Ini terutama masalah lambatnya pengembangan infrastruktur, diduga ada konflik kepentingan dari pebisnis minyak yang tidak mau berkurang marginnya" ujar Faisal, Senin (17/11).

Komite Reformasi, kata Faisal, memang tidak akan secara langsung mendorong konversi. Namun, pertama-tama akan diidentifikasi lagi masalah apa saja yang menghambat untuk kemudian diberikan rekomendasi-rekomendasi perbaikan. "Kami akan berikan rekomendasi perbaikan," tegasnya.

Hanya, ia menyarankan, pemerintah menggeber konversi ke BBG minimal di kota-kota besar terlebih dahulu secara sungguh-sungguh dengan memperbanyak infrastruktur penunjang. Pembangunan infrastruktur itu juga diberikan kemudahan.

Ia berharap, agar konversi maksimal, semua pihak mendahulukan kepentingan bangsa dan mengurangi kepentingan pribadi dan golongan bicara. "Perlu tindakan tegas dari Pemerintah agar benturan kepentingan tersebut tidak berlarut larut" tuturnya.

Kata dia, persoalan benturan kepentingan antara pengelolaan minyak dengan gas dan energi alternatif lainnya, memerlukan keputusan pemerintah untuk membagi peran para BUMN agar tata kelola energi tidak saling tumpang tindih, apalagi menghambat pengembangan energi alternatif.

Untuk itu partisipasi dan dukungan dari semua pihak baik pelaku usaha, pemerintah sebagai pengambil kebijakan dan masyarakat sebagai konsumen untuk sama-sama mengawasi jalannya pengelolaan energi agar terjadi konversi untuk keberlangsungan energi bagi generasi berikutnya. (Sanusi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×