kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.931.000   26.000   1,36%
  • USD/IDR 16.465   -15,00   -0,09%
  • IDX 6.898   66,24   0,97%
  • KOMPAS100 1.001   10,19   1,03%
  • LQ45 775   7,44   0,97%
  • ISSI 220   2,72   1,25%
  • IDX30 401   2,31   0,58%
  • IDXHIDIV20 474   1,13   0,24%
  • IDX80 113   1,15   1,03%
  • IDXV30 115   -0,06   -0,05%
  • IDXQ30 131   0,58   0,44%

Ekonomi Melambat, Respons Kebijakan Pemerintah Kurang Efektif


Selasa, 06 Mei 2025 / 17:40 WIB
Ekonomi Melambat, Respons Kebijakan Pemerintah Kurang Efektif
ILUSTRASI. Ekonomi Indonesia saat ini menghadapi tantangan serius dengan perlambatan pertumbuhan yang signifikan.


Reporter: Indra Khairuman | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Ekonomi Indonesia saat ini menghadapi tantangan serius dengan perlambatan pertumbuhan yang signifikan. Menunjukkan adanya ketidakstabilan funudamental dan kurangnya respons kebijakan yang efektif dari pemerintah.

Ahmad Heri Firdaus, Peneliti Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef mengatakan, saat ini semakin sulit bagi ekonomi Indonesia untuk mengalami peningkatan.

“Kalau kita lihat saja trennya itu per 5 tahun, dari 2010-2015 sampai setelah Covid ini juga pertumbuhannya sangat sulit untuk naik di atas jauh 5%,” ujar Ahmad dalam acara diskusi publik yang diselenggarakan Indef, Selasa (6/5).

Ahmadi bilang, apabila ekonomi tidak memiliki fondasi yang kuat, maka momenteum untuk memanfaatkan peluang akan menjadi semakin sulit. Sementara gejolak dan ketidakpastian dapat dengan mudah membuat ekonomi terhempas.

Baca Juga: Bisnis Terancam Perang Tarif Trump, Pemerintah Siapkan Paket Kebijakan Ekonomi

Lebih lanjut, Ahmad menyatakan, perlambatan ekonomi yang terjadi saat ini mencerminkan fundamental yang rapuh serta fungsi kebijakan yang kurang optimal.

“Kebijakan-kebijakan yang tidak optimal itu, ya jelas ini merupakan akibat dari penmerintah mungkin kurang bisa membaca apa arahnya ke depan,” kata Ahmad.

Ia menyebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I-2025 sebesar 4,87% merupakan yang terendah sejak Covid.

Ahmad menjelaskan hilangnya funsi stimulus merupakan salah satu penyebab perlambatan ini.

“Ketika sebuah uang atau sejumlah uang digunakan untuk stimulus, itu dampaknya besok kelihatan,” ujarnya.

Namun, jika uang tersebut diinvestasikan, efeknya baru akan terlihat dalam jangka waktu yang lebih panjang, bahkan bisa mencapai tiga tahun.

Ia menyoroti program makan bergizi gratis yang seharusnya bisa meningkatkan konsumsi rumah tangga justru belum memberikan dampak yang signifikan.

Dari segi transformasi struktural, Ahmad mengingatkan bahwa target pertumbuhan sektor industri pengolahan tidak boleh hanya berfokus pada kontribusi, tapi juga pada pertumbuhan yang sehat.

“Harusnya target yang ditargetkan adalah pertumbuhan dari semua sektor, agar tumbuh setinggi-tingginya,” jelas Ahmad.

Baca Juga: Modal Cekak Pemerintah Mengerek Pertumbuhan Ekonomi 2025

Ahmad juga menyoroti sektor pertanian menjadi satu-satunya sektor yang menunjukkan pertumbuhan dengan angka double digit, yang mungkin dipicu pergeseran tenaga kerja karena PHK di kota-kota.

“Artinya, sektor-sektor tenaga kerja yang informal ini bisa berpotensi meningkat cukup tinggi,” ungkapnya.

Selanjutnya: Per Maret 2025, Volume Transaksi Mesin EDC BSI Capai 2,1 Juta Transaksi

Menarik Dibaca: AFPI Dorong Edukasi Literasi dan Inklusi Keuangan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×