Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan, kebijakan PPKM darurat mengakibatkan pola pengulangan pertumbuhan negatif bagi mayoritas sektor, seperti yang pernah terjadi pada saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di kuartal II-2020 lalu.
Data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencatat realisasi penerimaan pajak sepanjang Januari sampai dengan Juni 2021 sebesar Rp 557,7 triliun, tumbuh 4,89% year on year (yoy). Angka tersebut lebih baik dari realisasi penerimaan pajak di periode sama tahun lalu yang minus 12% yoy.
Setali tiga uang, Darussalam menilai sektor perdagangan dan pengolahan yang menjadi kontributor penerimaan pajak terbanyak berpotensi kembali kontraksi terutama di kuartal III-2021.
Baca Juga: Begini nasib investasi saat ada kebijakan PPKM darurat
Meski demikian, Darussalam mengatakan untuk sektor komunikasi dan informasi akan bertumbuh positif dengan meningkatnya interaksi non-fisik di tengah pembatasan mobilitas.
“Oleh karena itu faktor penerimaan pajak tahun ini tentu kembali akan sangat tergantung dari kecepatan pengendalian pandemi dan upaya pemulihan ekonomi,” kata Darussalam, Minggu (11/7).
Darusaalam mengatakan, tak banyak effort yang dapat dilakukan pemerintah di tahun ini. Menurutnya, fungsi pajak sebagai regularend tahun ini masih sangat dibutuhkan, ketimbang fungsi budgetair.
Barulah, di tahun mendatang yakni 2022 dan 2023, optimalisasi penerimaan pajak bisa lebih dioptimalkan apabila reformasi perpajakan dam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dapat diundangkan di tahun ini.
Baca Juga: Menkeu: Reformasi perpajakan berpotensi mendorong investasi yang ramah lingkungan
Sejalan dengannya, Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan PPKM Darurat pasti memukul kinerja penerimaan pajak. Ia menilai penurunan aktivitas ekonomi masyarakat akan diikuti dengan penurunan penerimaan pajak.
“Kalau Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan berbagai extra effort akan percuma jika potensi penerimaan pajaknya tidak ada. Ekstensifikasi atau intensifikasi akan percuma jika potensi penerimaan pajaknya tidak ada,” kata Fajry.
Kalau intensifikasi kepada Wajib Pajak (WP) dipaksakan, malah bagi WP yang selama ini sudah patuh, justru mengurangi trust kepada DJP. Sehingga tentunya akan mengurangi kepatuhan dalam jangka panjang.
“Ini perlu dihindari menurut saya. Sekali lagi, kinerja penerimaan pajak kali ini akan bergantung sekali kondisi pandemi di Indonesia, jika kondisi pandemi semakin cepat membaik maka semakin cepat pula perbaikan kinerja penerimaan pajak,” ujar Fajry.
Dengan demikian, Fajry mengatakan kalau pemerintah mampu mengatasi pandemi dengan cepat dan efektif niscaya perbaikan kinerja pajak akan mengikuti.
Selanjutnya: Penerimaan pajak tumbuh positif, ini tiga sektor usaha penyokongnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News