Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID-JAKARTA Ketua Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Said Abdullah menyoroti pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih terjebak di level 5%.
Oleh karena itu, Ia mengatakan bahwa penting bagi DPR dan pemerintah untuk bisa menemukan segera formulasi bagaimana meningkatkan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi.
"Mengingat, kita sedang berada dalam fase Bonus Demografi yang memungkinkan bagi kita untuk bisa tumbuh lebih tinggi," ujar Said dalam keterangannya yang diterima Kontan.co.id, Jumat (5/7).
Apalagi, kata Said, pemerintah sudah menjalankan proses transformasi struktural yang diharapkan memberikan dampak yang positif bagi perbaikan bagi struktur perekonomian.
Baca Juga: Family Office Belum Mendesak dan Diragukan Bisa Mendorong Ekonomi
"Hal ini bisa sebagai fondasi dan modal untuk keluar dari middle income trap menuju Indonesia Emas 2045," katanya.
Dirinya juga berharap agar kebijakan pendapatan negara bisa memenuhi target yang sudah ditetapkan dalam pembahasan panja DPR RI. Untuk memenuhi harapan tersebut, diperlukan terobosan kebijakan untuk sektor perpajakan dan PNBP tahun 2025, memastikan implementasi UU HPP dan reformasi perpajakan berjalan dengan efektif sehingga bisa memperbaiki sistem dan basis perpajakan.
"Tantangannya memang tidak mudah, sebab kita dihadapkan pula dengan kondisi perekonomian dalam negeri yang belum sepenuhnya kokoh," imbuh Said.
Selaras dengan kebijakan pendapatan, diharapkan dapat menghasilkan kebijakan belanja yang lebih berkualitas (spending better) dan mampu memberikan nilai tambah dan multiplier effect yang tinggi bagi perekonomian. Oleh karena itu, perlu adanya optimalisasi kebijakan dari K/L sebagai leading sector.
Said menyebut, beberapa prioritas belanja yang dilakukan Pemerintah harus mengarah pada peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, meninggikan mutu pendidikan, memperkuat ketahanan pangan, hilirisasi industri, pembangunan infrastruktur strategis, mendorong dunia usaha dan membantu UMKM untuk bangkit.
Pemerintah juga harus memiliki skala prioritas untuk menyelesaikan persoalan mendasar yang masih kita hadapi, antara lain: kemiskinan ekstrem, stunting, dan wasting. Ia menyebut, kebijakan yang melibatkan lintas K/L harus jelas dan terukur tingkat keberhasilannya.
"Kita optimis pemerintah memiliki target besar penurunan stunting lebih progresif. Namun kita belum memiliki effort yang seragam dari multi stakeholder strategis," imbuh Said.
Menurutnya, persoalan stunting bukan hanya tanggung jawab satu hingga dua K/L saja. Oleh sebab itu, semua K/L harus siap bahu membahu dalam menyelesaiakan persoalan dalam satu irama.
Selain itu, pemerintah juga memiliki concern yang kuat terkait dengan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia, karena ini akan menjadi masa depan bangsa. Untuk itu, dukungan anggaran pendidikan 20% harus benar-benar bisa dioptimalkan untuk memperbaiki kualitas pendidikan nasional sehingga mampu menghasilkan SDM yang terampil, terdidik, penuh inovasi, dan punya etos kerja tinggi.
"Lima tahun kedepan kita sudah bisa mengurangi angka pengangguran yang berasal dari sekolah menengah dan vokasi secara signifikan. Kita tidak mau lagi melihat generasi Z menganggur, tidak sekolah, tidak bekerja atau tidak mengikuti pelatihan atau Not Employment, Education, or Training (NEET)," terangnya.
Salah satu faktor penting yang akan menjadi penentu keberhasilan program bantuan sosial adalah keberadaan data yang valid dan jelas sumbernya (by name by address). Oleh sebab itu, perbaikan database yang dilakukan oleh pemerintah dengan mensinergikan penggunaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), dan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) efektif dan tepat sasaran.
"Kita tentu berharap agar pengalokasian anggaran perlindsos lebih terukur dan tepat sasaran, tidak ada lagi exclusion dan inclusion error," katanya.
Kata Said, saat ini masih ditemukan persoalan dalam penyaluran Transfer ke Daerah yang dialami oleh Pemerintah pusat maupun daerah. Pemerintah bisa mencari terobosan yang bersifat terstruktur dan institusional, menghilangkan ego sektoral antar K/L yang terlibat dalam pengelolaan TKD. Oleh sebab itu, perlu kebijakan untuk menerbitkan pedoman/juknis dan peraturan menteri K/L terkait yang terintegrasi dan tersinkronisasi antara satu dengan lainnya sebelum tahun anggaran dimulai.
Untuk itu, semua kebijakan yang sudah disepakati dan catatan yang sudah disampaikan selama pembahasan bisa menjadi perhatian dan acuan bagi pemerintah dalam penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN 2025.
"Tentunya kita menginginkan APBN tahun 2025 akan jauh lebih baik, berkualitas dan berkesinambungan, mampu menjawab tantangan ketidakpastian ekonomi global serta mewujudkan amanah konstitusi dalam menghasilkan anggaran yang mencerminkan sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat," pungkas Said.
Baca Juga: DPR Minta Tambahan Anggaran Rp 598,9 Triliun ke Sri Mulyani
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News