Reporter: Grace Olivia | Editor: Handoyo .
Sektor UMKM, misalnya, memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi mesin pertumbuhan Indonesia. Namun stimulus bagi sektor ini masih minim terlihat dari rasio penyaluran kredit yang masih rendah.
Perkembangan sektor produktif seperti pertanian, manufaktur, dan pertambangan juga harus terus didorong. Sebab, ketiga sektor tersebut memiliki efek pengganda pada penyerapan tenaga kerja yang besar sehingga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dan ujungnya menjaga daya beli di dalam negeri.
Terakhir, efektivitas belanja pemerintah sebagai salah satu pendorong pertumbuhan. Selain jumlahnya yang menurun, belanja modal pemerintah juga belum efektif lantaran hanya terakselerasi di setiap pengujung tahun.
Baca Juga: Saham perusahaan CPO masih merah, katalis positif baru hadir tahun depan
“Kalau belanja pemerintah mau menciptakan dorongan yang kuat, harusnya belanja modal merata di setiap kuartal bukan hanya di akhir tahun di mana daya ungkit pertumbuhan cenderung sudah melemah,” kata Tauhid.
Adapun, Indef menilai target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3% pada 2020 menjadi makin tak realistis. Apalagi, jika pertumbuhan ekonomi akhir tahun ini diasumsikan maksimal hanya 5,1%.
Oleh karena itu, Tauhid menilai pemerintah perlu mempertimbangkan revisi target pertumbuhan dalam asumsi makroekonomi APBN 2020. Hal ini agar kinerja APBN dari sisi penerimaan, belanja, hingga pembiayaan tetap kredibel dan tepat sasaran.
Baca Juga: Ekonomi China makin lambat, tantangan pertumbuhan ekonomi Indonesia kian berat
“Kami sendiri proyeksi pertumbuhan ekonomi akhir tahun ini hanya akan mencapai 5%,” kata Tauhid.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News