Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pemerintah akan menerbitkan surat utang dalam bentuk valuta asing (valas) berdenominasi yen yaitu samurai bond dalam waktu dekat. Rencananya pemerintah akan mengambil nominal yang lebih tinggi dalam penerbitan kali ini yaitu lebih dari US$ 600 juta.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede berpendapat, minat investor Jepang terhadap samurai bond akan atraktif. Kunjungan kepresidenan yang dilakukan Presiden Jokowi ke Tiongkok dan Jepang beberapa waktu lalu menjadi sinyal untuk menarik investasi ke Indonesia.
Ekonomi Jepang yang melambat akan membuat investor beralih untuk menanamkan modalnya ke Indonesia. Apalagi, sudah banyak investasi yang Jepang tanamkan di Indonesia sehingga hubungan dengan Indonesia sudah erat. "Sekalipun nantinya garansi dikurangi, tidak akan mengurangi ketertarikan mereka," terang Josua ketika dihubungi KONTAN, Rabu (8/4).
Menurut Josua, kupon samurai bond pun bisa lebih atraktif antara 1%-2%. Yield obligasi 10 tahun pemerintah Jepang saat ini berkisar pada level 0%-an, cenderung rendah.
Ia melihat pemerintah sebaiknya mengeluarkan obligasi dalam bentuk valas pada semester pertama. Kalau pemerintah mengeluarkan pada semester kedua di mana ada risiko kenaikan suku bunga Amerika, maka akan ada risiko mata uang. Dollar Amerika Serikat (AS) yang menguat akan memperberat beban bunga dan beban pokok yang harus dibayar.
Adapun, penerbitan surat berharga negara (SBN) dalam bentuk valas tahun ini adalah 23% dari penerbitan SBN secara gross Rp 451,8 triliun. Sebelumnya, porsi valas adalah 20% dari penerbitan total. Jika dibagi dengan kurs rupiah Rp 12.500 dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 maka total penerbitan SBN adalah US$ 36,1 miliar dan porsi valas adalah sekitar US$ 8 miliar.
Utang valas yang sudah diterbitkan pemerintah adalah global bond dollar AS senilai US$ 4 miliar. Selebihnya yaitu samurai bond, euro bond, dan global sukuk belum diterbitkan dan rencananya akan dikeluarkan pada semester pertama 2015.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News