CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.886   12,00   0,08%
  • IDX 7.146   -68,25   -0,95%
  • KOMPAS100 1.093   -9,22   -0,84%
  • LQ45 872   -3,69   -0,42%
  • ISSI 215   -2,97   -1,36%
  • IDX30 447   -1,32   -0,29%
  • IDXHIDIV20 540   0,18   0,03%
  • IDX80 125   -1,00   -0,79%
  • IDXV30 135   -0,24   -0,18%
  • IDXQ30 149   -0,23   -0,16%

Ekonom: Tunggu putusan BBM, BI pertahankan BI Rate


Senin, 10 November 2014 / 17:22 WIB
Ekonom: Tunggu putusan BBM, BI pertahankan BI Rate
ILUSTRASI. Pembeli memilih buah pisang di salah satu pasar tradisional di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (7/5/2019). ANTARA FOTO/Arnas Padda/YU/ama.


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Kamis (13/11), Bank Indonesia (BI) akan melakukan Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan. Dalam rapat itu, BI akan kembali mengumumkan besaran suku bunga acuan atau BI Rate.

Sejumlah ekonom yang dihubungan KONTAN pada Senin (10/11) yakin, BI akan mempertahankan BI Rate di level 7,5%. Dipertahankannya suku bunga acuan, karena BI masih menunggu kepastian kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi dari pemerintah.

Kepala Ekonom BII Juniman mengatakan, belum ada alasan bagi BI untuk menurunkan ataupun menaikkan suku bunga dalam waktu dekat. Data inflasi pada bulan Oktober mencatat, inflasi tahun ke tahun alias year on year (yoy) sebesar 4,83%. Menurutnya inflasi ini masih dalam level yang dapat dikendalikan.

Yang akan menjadi perhatian BI adalah kenaikan harga BBM bersubsidi. Rencana kenaikkan harga BBM pada tahun ini membuat BI mengambil sikap wait and see. "Kalaupun ada kenaikan BBM, asal tidak terlalu besar suku bunga 7,5% masih cukup," ujar Juniman.

Kenaikan yang tidak terlalu besar ini, menurut Juniman, adalah Rp 2.000/liter. Kenaikan Rp 2.000/liter dengan memperhitungkan harga minyak dunia yang turun drastis adalah level kenaikan yang cukup.

Kalau terjadi kenaikan Rp 2.000 per liter maka perkiraan inflasi hingga akhir tahun mencapai 7%-7,5%. Perkiraan inflasi ini lebih rendah dari inflasi tahun 2013 yang mencapai 8,38% karena harga BBM naik pada bulan Juni. Pada waktu itu, BI tetap mempertahankan suku bunga 7,5% hingga akhir tahun.

Ekonom Standard Chartered Eric Sugandi menilai, BI baru akan menaikkan suku bunga ketika pemerintah menaikkan harga BBM. Dia memperkirakan, BI akan menaikkan suku bunga 25 bps pada triwulan IV 2014 setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga.

Kenaikan harga yang terjadi diperkirakan antara Rp 2.000-Rp 2.500 per liter. Menurut Eric, BI perlu menaikkan suku bunga untuk membantu menjaga ekspektasi inflasi ke depan.

Alhasil pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun hanya mendekati 5,1%. Di sisi lain, Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual berpendapat, kalau kenaikan harga BBM hanya Rp 1.000 per liter maka tidak akan ada kenaikan suku bunga hingga akhir tahun.

Namun, apabila kenaikan harga menapai Rp 3.000 per liter maka kenaikan suku bunga akan terjadi antara 25-50 bps. Pasalnya, kalau kenaikan harga mencapai Rp 3.000 per liter maka inflasi yang bisa terjadi adalah 8%-9%.

Menurut David, akan lebih baik apabila pemerintah langsung sekaligus menaikkan harga BBM pada tahun ini. Kalau pemerintah membagi kenaikan secara bertahap pada tahun ini dan tahun depan maka pukulan inflasi akan berlipat.

Selain itu, kalau dinaikkan pada tahun ini maka risiko BI menaikkan kembali suku bunganya tahun depan bila suku bunga Amerika naik relatif kecil. "Karena kita sudah memperbaiki struktural ekonomi kita," terang David. 

Harapannya ekonomi Indonesia tahun depan bisa lebih baik sehingga investor tertarik masuk dengan investasi jangka panjang. Saat ini masih ada ketidakpastian soal fiskal yang menjadi pertimbangan investor.

Sedangkan Ekonom DBS Gundy Cahyadi melihat, mempertahankan kebijakan moneter ketat saat ini adalah kebijakan yang penting. Hal ini terkait dengan defisit transaksi berjalan.

Prediksi Gundy, defisit transaksi berjalan akan berada pada kisaran 3,2% dari PDB atau sekitar US$ 7 miliar. Peningkatan surplus pada neraca non migas menjadi hal yang penting karena neraca minyak masih menjadi momok. Gundy memperkirakan hingga akhir tahun defisit transaksi berjalan masih akan berada pada kisaran 3%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×