kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.191.000   16.000   0,74%
  • USD/IDR 16.742   -34,00   -0,20%
  • IDX 8.099   58,67   0,73%
  • KOMPAS100 1.123   8,34   0,75%
  • LQ45 803   6,91   0,87%
  • ISSI 282   2,37   0,85%
  • IDX30 422   3,62   0,87%
  • IDXHIDIV20 480   0,21   0,04%
  • IDX80 123   1,39   1,14%
  • IDXV30 134   0,51   0,38%
  • IDXQ30 133   0,20   0,15%

Ekonom Sebut Pelemahan Rupiah Tekan Inflasi Terselubung dan Melemahkan PMI Manufaktur


Minggu, 28 September 2025 / 18:32 WIB
Ekonom Sebut Pelemahan Rupiah Tekan Inflasi Terselubung dan Melemahkan PMI Manufaktur
ILUSTRASI. Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita.


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan rupiah dinilai menimbulkan tekanan inflasi terselubung yang tidak sepenuhnya tercermin dalam data resmi Badan Pusat Statistik (BPS).

Ekonom Bright Institute, Yanuar Rizky, menilai depresiasi rupiah memperburuk ongkos produksi industri manufaktur Indonesia, sehingga berpotensi menekan Purchasing Managers’ Index (PMI) dalam beberapa bulan mendatang.

Yanuar mencontohkan, dua waktu saat Indeks Dolar AS (USD Index) berada di level yang sama yakni 98, namun nilai rupiah justru turun. Misalnya pada 2 September 2025, saat USD Index berada di level 98, nilai tukar rupiah tercatat Rp 16.300. Namun pada 27 September 2025, meski USD Index tetap di level 98, rupiah melemah ke Rp 16.735. Bahkan pada April 2022, ketika USD Index juga 98, nilai rupiah masih Rp 15.200. 

Artinya kata Yanuar, dengan nilai konstan USD Index, dalam rupiahnya terjadi inflasi. Meski inflasi resmi dicatat rendah oleh Badan Pusat Statistik (BPS), namun sebenarnya ada inflasi berkelanjutan dalam harga perolehan impor. Akibatnya ongkos produksi kita makin mahal dan daya beli masyarakat melemah

Baca Juga: PMI Manufaktur Sentuh Fase Ekspansif, Menperin: Industri Butuh Iklim Kondusif

"Jadi inflasi yang dicatat BPS lebih diakibatkan tidak adanya daya beli, bukan karena harga barang terkendali harganya,” jelas Yanuar kepada Kontan, Minggu (28/9/2025).

Menurutnya, kondisi ini menunjukkan bahwa rendahnya inflasi versi BPS lebih banyak dipengaruhi oleh lemahnya daya beli, bukan terkendalinya harga barang. Dengan depresiasi rupiah, harga barang impor, energi, hingga barang modal menjadi lebih mahal sehingga menekan daya saing industri dalam negeri.

“Depresiasi tentu berdampak ke manufaktur, karena dibanding negara lain ongkos produksi manufaktur kita yang menggunakan bahan baku, barang modal, dan energi impor menjadi lebih mahal. Akibatnya, tidak kompetitif dan melemahkan PMI,” tambah Yanuar.

Baca Juga: Manufaktur Indonesia Menggeliat, PMI Tembus 51,5 di Agustus 2025

Selain itu, Yanuar mengingatkan risiko yang lebih luas terhadap keuangan negara. Pelemahan rupiah disebutnya dapat memperbesar tekanan fiskal, terutama terkait kewajiban pembayaran utang pemerintah yang jatuh tempo dalam tiga tahun ke depan.

"Tekanan fiskal pemerintah dan juga outlook hutang jatuh tempo pemerintah dalam 3 tahun akan jadi isu sensitif, ini tampak dari tren anomali Rupiah atas USD Index dibanding mata uang lain," tegasnya.

Baca Juga: PMI Manufaktur Kembali Ekspansif, Perbankan Pacu Penyaluran Kredit

Selanjutnya: Profit 39,49% Setahun, Cek Harga Emas Antam Hari Ini (28 September 2025)

Menarik Dibaca: Nasi Bebek Ibu Chotijeh, Antrean Panjang di Pasar Baru Sejak 2016

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×