Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
Jika dilihat secara tarif pajak atau tebusan, tax amnesty jilid I memang lebih tinggi dibandingkan tax amnesty jilid II. Tetapi, tidak signifikan, artinya, pengemplang pajak tetap akan manfaatkan tax amnesty jilid II ini karena biaya pengampunannya masih dianggap rendah.
Pun terkait evaluasi tax amnesty jilid I, Bhima melihat ternyata tidak ada korelasi antara pengampunan pajak terhadap naiknya tax ratio jangka panjang. Pada tahun 2017 rasio pajak tercatat 9,9% kemudian pasca tax amnesty hingga 2020 tax ratio turun ke 8,3%.
Jika ada yang janji pasca tax amnesty, maka akan terjadi konsistensi kenaikan rasio pajak faktanya tidak demikian. Bhima bilang tax amnesty hanya akan membantu dalam 1 tahun fiskal saja dan sangat temporer.
Baca Juga: Gelar program pengungkapan sukarela wajib pajak, pemerintah tawarkan tarif 6%-18%
Faktor ini disebabkan karena follow up terhadap data pajak tax amnesty ternyata tidak dilakukan secara serius. Justru tax amnesty menjadi insentif bagi pelaku usaha untuk terus lakukan penghindaran pajak.
Lebih lanjut, Bhima mengatakan yang paling diuntungkan dari adanya program pengampunan pajak ini adalah sektor pengolahan sumber daya alam (SDA). Ia mencontohkan smelter nikel, sebab dengan danya klausul detail dalam pasal 5 ayat 7 bahwa investasi disektor pengolahan SDA, maka akan mendapat pajak tax amnesty lebih rendah daripada non-SDA.
“Selain itu akan ada banjir investasi di pengolahan barang tambang. Kemudian sektor kedua yang berkaitan dengan lembaga keuangan yang mendapat fee dari penerbitan SBN. Karena investasinya didorong beli SBN pemerintah maka pasar surat utang jadi menarik,” pungkasnya.
Selanjutnya: RUU HPP segera disahkan, Kemenkeu masih belum banyak bicara
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News