Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren pelemahan nilai rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) masih terus bergulir, meskipun indeks dollar AS sendiri menunjukkan pelemahan pada ke enam mata uang besar yakni euro, poundsterling, franc, yen, dollar kanada dan kroner swedia.
Para ekonom menilai pergerakan rupiah menunjukkan anomali terhadap indeks dollar USD yang melemah pada hampir semua mata uang negara lain, namun rupiah justru terus melemah terhadap dollar AS tersebut, bahkan jauh pelemahan ini telah terjadi jauh sebelum kebijakan tarif dicetuskan Trump.
Sejalan dengan itu, Ekonom juga menilai pelemahan rupiah ini disebabkan oleh kebijakan Presiden Prabowo dalam menentukan arah fiskal, serta bagaimana merespon pasar. Hal ini setidaknya telah membuat segelintir orang kaya di Indonesia memindahkan dananya dari domestic berlalih ke instrument investasi di luar negeri hingga ratusan juta dollar.
Pengamat pasar modal dan Guru Besar Universitas Indonesia Budi Frensidy berpendapat bahwa ada kemungkinan keluarnya dana dari Indonesia oleh konglomerat Indonesia tersebut akibat kekhawatiran mereka terhadap disiplin fiskal Presiden Prabowo Subianto dan stabilitas ekonomi nasional.
Baca Juga: Indeks Dolar AS Masih Tertekan, Rupiah Diprediksi Lanjut Menguat pada Senin (14/4)
Budi juga menilai hal ini juga dikarenakan indeks dollar USD (DXY) melemah dan turun 100,87 per 10 April 2025, dan merupakan pertama kalinya sejak November 2022, sehingga mata uang lain hampir semuanya menguat terhadap USD, namun tidak demikian dengan rupiah yang masih terus melemah.
"Para pemilik uang/investor besar (orang kaya Indonesia) melepas rupiah untuk membeli valas. US Treasury dijual, demikian juga rupiah," ungkap Budi kepada Kontan.
Budi juga memproyeksikan rupiah akan Kembali tembus di Rp 17.000 per dollar USD pada Kuartal II-2025.
Sepakat, Ekonom Bright Institute Yanuar Rizky menyebut, sejak 28 Februari 2025 pola kurs Rupiah atas Dolar USD menunjukkan anomali atau pergerakan yang tidak wajar dengan Dolar USD index. Hal ini terlihat dari perdagangan Jumat (11/4) Rupiah dibuka pada level (bid) Rp 16.780 per USD, namun kemudian ditutup melemah ke level Rp 16.796 per USD.
"Bahkan sampai minggu lalu saat Trump reverse isu tarif ke pause tarif, USD index melemah, tapi Rupiah tetap tidak menguat. Persoalannya ada di Indonesia sendiri, diluar isu besar tarif yang dimainkan Trump," ungkap Yanuar kepada Kontan, Minggu (13/4).
Lebih lanjut Yanuar menilai, kondisi anomali pada pergerakan rupiah terhadap indeks dollar USD ini sejak 28 Februari 2025, karena pasar cenderung membaca atau menilai Pemerintah Indonesia mengalami kesulitan cash flow fiskal. Namun nyatanya menurut Yanuar pernyataan Presiden Prabowo Subianto pada agenda Sarasehan Ekonomi yang menyebut bahwa Menteri Keuangan akan segera mencairkan anggaran belanja untuk memberi optimisme bahwa tidak ada masalah cash flow di pemerintahan tahun ini, nampaknya belum cukup meyakinkan pasar.
Pasalnya, pasar selama ini telah membaca dan menilai Indonesia mengalami penurunan daya beli sehingga hal ini menurunkan penerimaan negara di saat belanja akan naik tajam dari hutang jatuh tempo 2025, 2026, dan 2027.
Baca Juga: Intip Strategi Perusahaan Konstruksi Mitigasi Gejolak Ekonomi dan Pelemahan Rupiah
"Jadi, diluar isu tarif Trump yang tampak nyata permainan isu menguntungkan AS dan Hedgefund dari volatilitas isu-isu besar yang Trump lakukan, posisi kita tertekan oleh persepsi cash flow pemerintah. Belanja yang fokus ke mengurangi struktur negatif cash flow dibaca pasar juga lemah," jelas Yanuar.
Yanuar juga menyebut, persepsi pasar dan hedge fund yang melihat fiskal-moneter Indonesia makin bertambah berat dengan pemilik dana domestik yang juga memindahkan kekayaannya ke luar negeri.
Dikutip dari Bloomberg, sejumlah orang kaya di Indonesia telah memindahkan kekayaannya hingga ratusan juta dollar ke luar negeri dikarenakan kekhawatiran mereka terhadap kebijakan fiskal pemerintahan Prabowo. Melihat hal ini, Yanuar juga membenarkan fenomena ini diakibatkan motif ketidakpastian ekonomi di Indonesia, sehingga para orang kaya berhati-hati dalam menjaga kekayaannya ditengah spekulasi yang meningkat. Hal ini juga membuat transaksi uang kalangan atas di domestik juga menurun, baik untuk konsumsi, belanja produksi hingga investasi rill.
Baca Juga: Rasio Pembayaran Bunga Utang Indonesia Meningkat, Berisiko Persempit Ruang Fiskal
Adapun indikator, data Reuters dan Bloomberg rata-rata hedge fund yang mengelola dana nasabah kaya untuk melakukan hedging ketidakpastian, menunjukan peningkatan signifikan dari tahun 2023 dimana rata-rata return hedge fund 5,7% naik tajam di tahun 2024 ke rata-rata 10,7% bahkan beberapa melebihi 50%, yang melakukan mix dengan AUM (aset under management) di China dan Asia.
Yanuar menyebut posisi ini menunjukan ketidakpastian yang meningkat di 2024, tepatnya sejak November 2024 terjadi average sell down di bursa Asia, dan Indonesia mengalami average sell down yang diikuti melemahnya Rupiah, meski posisi profit taking Rupiah tetap ke arah melemah. Selain itu harga Emas rally sejak Januari 2025 seperti situasi era perang, mengingat Trump di awal pemerintahan melakukan executive note devisa kripto (bitcoin) yang dikaitkan emas.
Data badan statistik Amerika Serikat sejak Januari 2025 mengalami defisit neraca perdangan akibat masifnya impor emas non monetary, jadi pembelian emas dilakukan oleh institusi keuangan di luar bank sentral.
"Uang orang kaya Indonesia menurut Bloomberg keluar via kripto settlement, jadi itu ke skema emas dan masuk ke hedge fund. Kalau masalahnya hanya rebalancing hedge fund, maka rupiah tidak akan anomali dari USD index," ungkap Yanuar.
Baca Juga: Perang Dagang Menekan Pergerakan Rupiah Dalam Sepekan
Selanjutnya: Disokong Pertumbuhan Jumlah Outlet, Industri Gadai Tumbuh 15% di Kuartal I 2025
Menarik Dibaca: Peringatan Dini BMKG Cuaca Besok 14-15 April, Siaga Hujan Sangat Lebat di Daerah Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News