Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Pemerintah diminta untuk menghindari penarikan utang luar negeri. Tertekannya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) dikhawatirkan bakal membuat beban utang luar negeri meningkat jika pemerintah menarik utang valuta asing.
Kepala Ekonom BII Juniman mengatakan, pemerintah harus lebih selektif dalam menarik pinjaman multilateral. "Positifnya bunganya lebih rendah, namun tetap pinjamannya dalam bentuk dollar," katanya, Selasa (13/1). Hal itu akan memberatkan karena pinjaman dalam bentuk dollar namun penerimaan pajak pemerintah dalam bentuk rupiah. Hal itu akan membuat pemerintah mengalami rugi kurs.
Juniman memprediksi rata-rata rupiah pada tahun ini di level Rp 12.450 per dollar Amerika Serikat (AS). Nilai ini jauh dari asumsi rupiah dalam RAPBN-P 2015 yang akan sebesar Rp 12.200. Rasio utang luar negeri (ULN) Indonesia terhadap PDB sudah semakin naik dan hampir mencapai level 35%.
Rasio ini perlu diwaspadai dan perlu diturunkan. Oleh karena itu Juniman menilai akan lebih baik apabila pemerintah mencari pembiayaan dari SBN dalam negeri yaitu rupiah. Apabila ingin membiayai proyek, pemerintah dapat menerbitkan utang sukuk berbasis proyek dengan tenor panjang. "Dengan begitu pemerintah tidak perlu khawatir apabila ada pelemahan rupiah karena utang yang diterbitkan sama mata uangnya," pungkasnya.
Sebagai informasi, Presiden ADB Takehiko Nakao mengatakan ADB siap dan komitmen untuk menggelontorkan pinjaman baru multilateral kepada pemerintah Indonesia pada tahun ini sebesar US$ 1,5 miliar. Tahun 2014 lalu pinjaman yang diberikan perusahaan yang berbasis di Manila ini adalah US$ 550 juta.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menjelaskan, dirinya sudah bertemu dengan Presiden ADB Takehiko Nakao untuk membicarakan komitmen pinjaman ADB tersebut. ADB akan masuk dalam proyek-proyek prioritas pemeirntah dalam sektor maritim seperti pembangunan pelabuhan, konekvitas pembangunan jalan, irigasi, kesehatan dan pendidikan.
Sebagian besar dari dana US$ 1,5 miliar itu rencananya akan digunakan pinjaman proyek. Bambang menerangkan, strategi pemerintah secara keseluruhan dalam pembiayaan utang tahun ini adalah memperbesar porsi valuta asing (valas) yang berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman luar negeri.
Alasan pemerintah untuk memperbesar pinjaman luar negeri termasuk pinjaman multilateral adalah karena tingkat bunganya yang lebih murah dan lebih stabil. "(Pinjaman multilateral) tidak ada gejolak pasar. Kemungkinan sudden reversal (penarikan tiba-tiba) tidak ada," tandas Bambang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News