Sumber: Antara | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Kalangan ekonom memperkirakan defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) akan kembali membesar pada akhir 2016 di kisaran 2%-2,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Namun menurut Ekonom Senior Kenta Institute Eric Alexander Sugandi dalam paparan ekonomi-politik di Jakarta, Senin (11/1), pelebaran itu karena pemulihan ekonomi yang membutuhkan importasi barang modal dan bahan baku demi mengakselerasi pembangunan.
"Memang membesar, saya perkirakan ke 2,0% dari PDB, dari (perkiraan) 2015 sebesar 1,8% dari PDB, namun ini karena kebutuhan pembangunan infrastruktur," katanya.
Dari kajiannya, Eric mengatakan, kebutuhan pembangunan infrastruktur dan sektor lain sepanjang 2016 akan mengerek laju impor hingga US$ 160 miliar pada akhir tahun, di mana 83% merupakan impor non-minyak dan gas bumi (migas) sebesar US$ 134 miliar.
Sementara ekspor tetap tumbuh, meskipun tidak signifikan.
Eric memprediksi nilai ekspor menjadi US$ 172 miliar pada akhir 2016 dari perkiraan US$ 166 miliar 2015.
Dengan demikian, neraca perdagangan 2016 diprediksi Eric surplus US$ 12 miliar.
Namun, surplus tersebut tertekan paling besar oleh defisit neraca pendapatan primer yang diperkirakan mencapai US$ 27 miliar dan neraca jasa yang defisitnya stagnan dengan 2015 di kisaran US$ 8 miliar.
Untuk neraca pendapatan sekunder, dia memprediksi surplus akan bertahan sama dengan 2015 sebesar US$ 5 miliar.
"Oleh karena itu, kami lihat defisit current account sebesar US$ 18 miliar atau 2% dari PDB," ujarnya.
Sementara, Ekonom DBS Bank yang berbasis di Singapura, Gundy Cahyadi, memprediksi defisit transaksi berjalan di akhir 2016 akan melebar ke 2,5$ terhadap PDB.
"Ekspor kurang bersemangat. Ini adalah kombinasi dari permintaan global yang lesu dan masih kurangnya daya saing. Pertumbuhan ekspor Indonesia dari barang-barang manufaktur belum membaik," ujarnya.
(Indra Arief Pribadi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News