Reporter: Benedicta Prima | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) baru saja merilis bahwa surplus transaksi modal dan finansial masih didorong oleh investasi portofolio bukan investasi langsung alias foreign direct investment (FDI). Demi mendorong lebih banyak masuk ke dalam negeri, pemerintah mesti menjemput bola.
"Dalam hal ini BKPM perlu menjemput bola tidak hanya menyiapkan karpet merah," jelas Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistiangsih saat dihubungi Kontan.co.id, Sabtu (9/2).
Menurutnya, kemudahan berbisnis alias ease of doing bussiness (EoDB) dan berbagai insentif seperti tax holiday atau tax allowance saja tidak cukup. Pemerintah perlu strategi baru, yakni membuat pilihan sektor FDI mana yang akan diprioritaskan, kemudian menjemput bola dengan menyesuaikan kebutuhan setiap sektor yang tentu berbeda.
Apalagi, FDI paling besar ada di sektor sumber daya alam (SDA) yang sangat tergantung pada pergerakan harga komoditas. Sehingga investor yang bergerak dibidang ini juga memiliki kemungkinan besar menunda investasinya melihat harga komoditas yang masih rendah."Coba mengundang FDI yang bisa membuka manufaktur," jelas Lana.
Salah satunya adalah pabrik konsetrat obat yang selama ini bahan bakunya lebih banyak impor. Apabila bahan baku bisa dibuat di dalam negeri, maka bisa mengurangi impor dan memperbaiki kinerja neraca pembayaran secara keseluruhan.
Industri lainnya misal elektronik. Pemerintah perlu bisa menjemput bola agar pabrik pembuatan bahan baku bisa di Indonesia, tidak hanya proses merakitnya saja.
Sedangkan ruang lingkup moneter tidak banyak yang bisa dilakukan selain menjaga rupiah dan inflasi stabil. Sebab, jelas Lana, ruang lingkup FDI lebih banyak di ranah pemerintah. BI terbatas hanya mempermudah lalu lintas devisa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News