kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Ekonom DBS: Perlambatan ekonomi China jadi ancaman paling berbahaya untuk Indonesia


Kamis, 31 Januari 2019 / 18:36 WIB
Ekonom DBS: Perlambatan ekonomi China jadi ancaman paling berbahaya untuk Indonesia


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Chief Economist The Development Bank of Singapore Limited (DBS Ltd.) Taimur Baig mengatakan perlambatan ekonomi di China menjadi ancaman paling berbahaya bagi Tanah Air di tahun ini.

"Menurut saya bukan karena Brexit, bukan karena perang dagang tetapi karena China," jelas Taimur dalam acara DBS Asian Insights Conference di Hotel Mulia, Kamis (31/1).

Menurutnya, perlambatan ekonomi China akan sangat berdampak bagi negara-negara di Asia, salah satunya Indonesia. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa 45% permintaan global berasal dari China.

Apalagi, Deputi III Kantor Staf Presiden Denni Puspa Purbasari juga mengakui bahwa China merupakan negara tujuan ekspor dan importir terbesar yang bermitra dengan Indonesia.

Pangsa ekspor non-migas Indonesia ke China sebesar 15% sepanjang tahun 2018, atau senilai US$ 24,39 miliar. Angka tersebut merupakan pangsa dan nilai terbesar mitra ekspor Tanah Air.

Sedangkan impor dari China juga menempati rangking pertama dengan nilai S$ 45,24 miliar atau setara 28,49% dari keseluruhan total impor yang dilakukan Indonesia.

Selain itu, "Jumlah foreign direct investment dan bond terbanyak berasal dari China. Maka efeknya besar," jelas Denni.

Untuk menekan dampak dari perlambatan ekonomi China ke dalam negeri, pemerintah mengaku telah menyiapkan tiga strategi yakni kebijakan struktural, kebijakan prudent dan buffer cushion.

Kebijakan struktural meliputi pembangunan sumber daya manusia dan infrastruktur, serta reformasi birokrasi dan meningkatkan kemudahan berusaha atau ease of doing business (EoDB).

Selain itu, pentignya sinergi antara pemerintah, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam merumuskan kebijakan fiskal, moneter dan finansial.

Kemudian, menurut Denny, salah satu kebijakan yang kurang populer adalah buffer cushion yang meliputi perlindungan sosial salah satunya dalah ketersedian bahan pangan. "Termasuk ketersediaan beras di Bulog," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×