Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Jepang pada 31 Agustus 2020, secara resmi telah memulai implementasi kerangka kerja untuk mendorong penggunaan mata uang lokal atau local currency settlement (LCS).
Framework LCS ini berarti menggunakan mata uang lokal dalam hal ini rupiah dan yen untuk menyelesaikan transaksi perdagangan bilateral antara dua negara, termasuk pendapatan primer dan pendapatan sekunder (transaksi berjalan) serta investasi langsung.
"Kerangka kerjanya disusun berdasarkan Nota Kesepahaman yang ditandatangani oleh Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan Jepang pada 5 Desember 2019 lalu," ujar bank sentral dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id beberapa waktu lalu.
Baca Juga: BI sebut ada tiga fitur utama yang diterapkan dalam skema LCS
Ekonom Bank Permata Josua Pardede memandang, kerjasama antara Indonesia dan Jepang ini akan membantu kelancaran perdagangan kedua belah pihak.
"Dari sisi Jepang, ekspor dan impor Indonesia termasuk salah satu dari 10 negara dengan kontribusi tertinggi. Dari sisi Indonesia pun, Jepang merupakan salah satu dari 5 negara penyumbang perdagangan terbesar," ujar Josua kepada Kontan.co.id, Rabu (2/9).
Selain itu, kerjasama ini juga mampu mendorong penguatan nilai tukar nilai tukar rupiah, seiring dengan peningkatan permintaan akan rupiah dari Jepang yang ingin melakukan pembelian dari Indonesia. Demikian pula sebaliknya bagi Yen Jepang.
Lebih lanjut, kerjasama LCS ini dipandang mampu meredam potensi rentannya dana asing keluar dari pasar keuangan domestik. Karena ini berarti Indonesia tidak tergantung terhadap dolar AS untuk transaksi perdagangan dan investasi dengan Jepang akibat skema LCS ini.
Baca Juga: BI harap banyak pelaku pasar menggunakan skema LCS
"Karena ketergantungan yang tinggi terhadap dolar AS akan berpotensi mendorong kecenderungan peningkatan volatilitas dari mata uang negara berkembang, termasuk rupiah. Apabila terjadi, ini menjadi sentimen negatif sehingga memicu dana asing keluar dari pasar Indonesia," tandas Josua.
Sebagai tambahan informasi, untuk mendukung operasionalisasi kerangka kerja ini, BI dan Kemenkeu Jepang menunjuk beberapa bank di negara masing-masing untuk berperan sebagai Appointed Cross Currency Dealer (ACCD).
Dalam menetapkan bank ACCD pun, kedua negara mematok persyaratan tertentu. Syarat untuk jadi bank ACCD Indoensia adalah bank yang memiliki kondisi fundamental yang kuat dan sehat, punya pengalaman yang signifikan dalam fasilitasi setelmen transaksi dengan perusahaan di Jepang, serta memiliki akses jaringan kantor yang luas di Indonesia.
Baca Juga: Indonesia, Japan promote own currencies for trade and investment
Dalam hal ini, bank yang dipandang masuk syarat bank sentral adalah MUFG Bank, Ltd, Jakarta Branch; PT. Bank BTPN, Tbk; PT. Bank Central Asia (Persero), Tbk; PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk; PT. Bank Mizuho Indonesia; PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk; dan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk.
Sementara itu, bank ACCD Jepang adalah banyk yang punya hubungan bisnis secara signifikan dengan bank-bank dan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Ada pun bank-bank di Jepang yang ditunjuk oleh Kementerian Keuangan Jepang sebagai ACCD adalah Mizuho Bank, Ltd; MUFG Bank, Ltd; PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Tokyo Branch; Resona Bank, Ltd; dan Sumitomo Mitsui Banking Corporation.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News