kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ekonom menilai peminat global bond yang diterbitkan pemerintah masih cukup tinggi


Senin, 13 Juli 2020 / 18:08 WIB
Ekonom menilai peminat global bond yang diterbitkan pemerintah masih cukup tinggi
ILUSTRASI. Ilustrasi foto Obligasi. KONTAN/Cheppy A. Muchlis


Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada semester II tahun ini, pemerintah masih akan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) valuta asing (valas) atau global bond. Di dalam hal ini, SBN yang akan diterbitkan oleh pemerintah adalah Samurai Bond dengan denominasi yen Jepang.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, untuk saat ini peminat obligasi pemerintah relatif masih cukup tinggi.

"Meskipun yield untuk SBN bertenor 10 tahun sedikit mengalami penurunan menjadi 7,3%," ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Senin (13/7).

Baca Juga: Sepanjang semester I-2020, pemerintah terbitkan 3 global bonds

Di sisi lain, yield SBN denominasi rupiah saat ini dinilai masih cukup menarik. Hanya saja, kata Bhima, kekurangannya adalah adanya currency mismatch karena kurs rupiah cenderung fluktuatif. Ini menimbulkan risiko tersendiri bagi pemegang obligasi denominasi rupiah.

Sementara itu, obligasi berbentuk global bond lebih banyak diminati oleh investor asing berkaitan dengan pembayaran bunga berbentuk valas, sehingga risiko kurs tidak sebesar denominasi mata uang lokal.

Faktor lain yang membuat minat investor untuk memegang global bond cukup tinggi, adalah karena adanya penurunan risiko default.

"Berdasarkan data government bond, Credit Default Swap (CDS) utang pemerintah cenderung menurun dari puncak 239,1 pada 30 Maret 2020 menjadi 125,7 per 13 Juli 2020. Ini salah satu indikator yang positif," paparnya.

Di sisi lain, imbas Quantitative Easing (QE) yang dilakukan bank sentral negara maju memicu pembelian surat utang negara berkembang dalam jumlah yang jumbo. Indonesia sendiri, dirasa sedang beruntung karena bisa mendapat kucuran inflow investor global yang mencari return aset yang tinggi.

Dihubungi secara terpisah, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Riza Annisa Pujarama menilai, obligasi pemerintah masih cukup menarik dengan tingkat pengembalian yang relatif tinggi dibandingkan negara emerging market lainnya.

Baca Juga: Kemenkeu masih akan menerbitkan Samurai Bond di semeter II 2020

Untuk itu, potensi memperoleh aliran dana asing masih cukup tinggi. Hanya saja, pemerintah memang perlu benar-benar menjaga kepercayaan pasar.

Terkait dengan penerbitan Samurai Bond, Riza merasa hasilnya akan cukup optimis dengan tingkat pengembalian yang cukup tinggi. Apalagi diiringi dengan kondisi indikator makro yang saat ini relatif stabil.

"Apakah pemerintah perlu memaksimalkan penerbitan SBN rupiah saja? Hal ini perlu dilihat kembali, apakah dana yang didapat sesuai target dan kebutuhan atau tidak," kata Riza. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×