Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya melihat bahwa reli kenaikan harga minyak global dan batubara masih akan berlanjut di tahun 2022. Penyebab utamanya adalah ketegangan politik antara Rusia dan Ukraina.
“Mengingat Rusia adalah salah satu negara produsen utama minyak, gas, dan batubara, maka premi risiko geopolitik menyebabkan harga komoditas energi meningkat,” ujar Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya kepada Kontan.co.id, Senin (14/2).
Selain itu, missmatch antara pemulihan sisi demand dengan sisi supply juga andil terhadap naiknya harga komoditas energi.
“Kami memperkirakan harga minyak akan berada di rentang US$ 80 - US$ 85 per barel sepanjang 2022, sedangkan harga batubara dapat mencapai level US$ 240 per ton,” ujar Banjaran.
Baca Juga: Masuk Pasar Global, Bank Perluas Jaringan Bisnis Hingga Ke Luar Negeri
Menurutnya, dengan melihat perkembangan geopolitik serta missmatch yang terjadi antara supply dan demand, akan membuat reli harga komoditas energi akan berlanjut di tahun 2022.
“Berkaca pada kinerja penerimaan negara sektor ESDM di 2021 yang mencapai Rp 189,2 Triliun, maka kami optimis bahwa target PNBP sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM) tahun 2022 yang sebesar Rp 132,2 triliun akan terlampaui,” sambungnya.
Banjar menambahkan, kenaikan harga komoditas energi tentunya akan berdampak terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sebagai net importir minyak, kenaikan harga minyak akan meningkatkan beban subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM).
Namun di sisi lain, terdapat potensi surplus anggaran akibat kenaikan pendapatan dari sektor migas. Sebagaimana di tahun 2021, kenaikan harga minyak dan batubara menjadikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor ESDM mencapai 156% dari target.
Baca Juga: Jalin Kerja Sama, BPKH Sediakan Kantor Sekretariat ICMI di Muamalat Tower
Sepanjang tahun 2021, sektor minyak dan gas bumi (migas) mencatat ekspor senilai US$ 12,28 Miliar (5,3% dari total ekspor), dan impor senilai US$ 25,53 Miliar (13% dari total impor).
Sementara itu, realisasi ekspor batubara mencapai 435 juta ton dan menjadi yang terbesar kedua di dunia.
Lebih rinci Banjaran menjelaskan dampak dari kenaikan harga di dua komoditas tersebut. Menurutnya kenaikan harga dua komoditas itu berdampak terhadap surplus pendapatan sektor ESDM. Namun, kenaikan BBM juga akan meningkatkan biaya logistik yang dapat menyebabkan inflasi (cost push).
Baca Juga: Pegadaian Raih Peringkat idAAA
Selain itu, hal tersebut juga akan meningkatkan beban anggaran untuk subsidi BBM dan listrik, mengingat kebijakan harga BBM dan listrik dikontrol ketat oleh pemerintah.
“Dengan subsidi 2022 yang telah dianggarkan, maka selisih kenaikan harga tersebut akan menjadi beban pada APBN berikutnya,” kata Banjaran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News