Reporter: Venny Suryanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) telah menelurkan banyak kebijakan untuk menghalau dampak negatif virus Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia. Salah satunya, BI juga terjun langsung ke pasar perdana untuk membeli Surat Utang Negara (SUN) yang disebut sebagai monetisasi utang.
Kabarnya, BI juga akan meneken persetujuan dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mendanai tagihan penanganan Covid-19 Indonesia senilai US$ 40 miliar.
Baca Juga: Bank OCBC NISP telah memangkas bunga kredit korporasi 55 basis poin tahun ini
Sayangnya, langkah yang dilakukan oleh bank sentral tersebut dinilai Chief Strategist of SAV Markets Shyam Devani mampu menimbulkan persepsi buruk investor global terhadap Indonesia. Katanya, investor bisa menganggap kalau BI terlampau jauh dalam bertindak sehingga berisiko mengikis independensi bank sentral.
Menurut Ekonom Bank Permata, Josua Pardede menilai persepsi lembaga tersebut yang menilai bahwa langkah BI tersebut sudah terlampau jauh. Menurutnya, sebagian besar bank sentral di berbagai negara juga turut berkontribusi dalam pembiayaan defisit fiskal seluruh negara di dunia yang cenderung meningkat tajam akibat pandemi Covid-19.
Baca Juga: Bank BCA dan BRI sebut tren permintaan ORI017 tengah meningkat
“Saya pikir agak berlebihan bahwa investor asing terkait BI yang terlampau jauh dalam pembiayaan APBN, karena sebagian besar bank sentral di berbagai negara juga turut berkontribusi dalam pembiayaan defisit fiskal seluruh negara di dunia yang cenderung meningkat tajam karena COVID-19,” Kata Josua saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (5/7).
Bahkan, Josua menambahkan, bank sentral Amerika Serikat sendiri saja mencetak uang untuk membiayai defisit fiskal pemerintah AS di tengah situasi yang tidak pasti saat ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News