Reporter: Bidara Pink | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Permata memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I-2020 hanya 4,18% secara year on year. Proyeksi ini lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang tercatat tumbuh 4,97% yoy.
Menurut ekonom Bank Permata Josua Pardede, pertumbuhan ekonomi pada triwulan pertama tahun ini masih ditopang oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Namun, pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan melambat ke kisaran 4,64% yoy atau lebih rendah dari kuartal IV-2019 yang capai 4,97% yoy.
"Beberapa data yang mengukur tingkat konsumsi rumah tangga cenderung bervariasi, seperti laju pertumbuhan penjualan ritel, indeks kepercayaan konsumen, nilai tukar petani, impor barang konsumsi, serta kredit konsumsi," kata dia kepada Kontan.co.id, Sabtu (2/5).
Baca Juga: Begini proyeksi PDB di kuartal I dan II dari ekonom CORE
Rinciannya, penjualan ritel selama Januari hingga Maret 2020 diprediksi akan kontraksi 5,4% yoy. Padahal, penjualan ritel di periode yang sama tahun lalu tercatat mampu tumbuh 10,1% yoy.
Demikian juga dengan optimisme konsumen di kuartal pertama tahun ini, yang menunjukkan tren yang menurun cukup signifikan. Sementara itu, laju pertumbuhan nilai tukar petani hanya 1,7% yoy atau lebih rendah dari pertumbuhan kuartal sebelumnya yang mencapai 3,2% yoy.
Dari sisi impor barang konsumsi, dalam tiga bulan pertama tahun ini hanya tumbuh 7,1% yoy atau lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang tercatat naik 8,0% yoy.
Kredit konsumsi pun tercatat melambat menjadi 5,4% yoy dibandingkan dengan periode sebelumnya di 9% yoy.
Komponen selanjutnya yang menopang pertumbuhan ekonomi adalah Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). PMTB di kuartal I-2020 ini diperkirakan cenderung melambat menjadi 3,87% yoy dari kuartal I tahun 2019 yang tercatat 5,03% yoy. Ini disebabkan oleh investasi bangunan dan non bangunan yang cenderung melambat.
Penurunan investasi bangunan terindikasi dari pertumbuhan penjualan semen yang kontraksi 4,07% yoy pada triwulan pertama tahun ini.
Sementara itu, perlambatan investasi non bangunan terlihat dari impor barang modal yang sepanjang Januari hingga Maret 2020 lalu di sepanjang kuartal pertama yang kontraksi 13,1% yoy alias kontraksinya semakin dalam dari kontraksi di periode sebelumnya tahun 2019 yang sebesar 4,7% yoy. Penjualan alat berat pun juga diperkirakan ambles 40% - 50%.
Baca Juga: Ekonom Indo Premier prediksi PDB di kuartal II tumbuh 2,5%
Komponen penopang lain, konsumsi pemerintah diperkirakan juga akan terpuruk. Pertumbuhannya diperkirakan hanya mampu 0,7% yoy alias jauh lebih rendah dari kuartal I tahun 2019 yang mencapai 5,2% yoy.
"Ini seiring dengan realisasi belanja K/L yang diperkirakan melambat menjadi 11% yoy dari periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 25% yoy," tambah Josua.
Dari sisi produksi, Josua melihat secara umum akan mengalami perlambatan. Ini terlihat dari laju penerimaan pajak penghasilan (PPh) non migas di kuartal I-2020 yang rkontraksi 3% yoy.
Pun laju pertumbuhan sektor manufaktur diperkirakan akan hanya sebesar 3% yoy atau lebih rendah dari pertumbuhan di kuartal I-2019 yang sebesar 3,85% yoy. Ini terindikasi dari penurunan PMI manufaktur di akhir kuartal I-2020.
"Aktivitas manufaktur yang melambat juga terlihat dari impor bahan baku yang menurun sekitar 2,8% yoy. Ini juga didorong oleh penurunan aktivitas manufaktur di China akibat lockdown sehingga supply bahan baku untuk industri domestik cenderung terganggu di kuartal I tahun 2020," katanya.
Baca Juga: Wabah corona merebak, BPS catat iklan lowongan kerja turun 70% dalam sebulan
Sementara kabar baiknya, surplus neraca dagang di kuartal pertama tahun ini tercatat sebesar US$ 2,62 miliar. Ini pun lebih baik bila dibandingkan dengan kuartal I-2019 yang mengalami defisit.
Dengan surplus ini, mengindikasikan bahwa peran net ekspor di komponen pembentuk pertumbuhan ekonomi bisa meningkat dan membawa angin segar bagi kondisi perekonomian di kuartal pertama tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News