Reporter: Benedicta Prima | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Neraca perdagangan Mei 2019 mencatatkan surplus tipis yaitu US$ 207,6 juta. Kondisi tersebut didorong oleh ekspor yang tumbuh 12,42% secara bulanan di tengah impor yang justru turun 5,62%.
Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro melihat peningkatan ekspor secara bulanan tersebut terjadi karena faktor musiman. Eksportir biasanya melakukan pengiriman barang ke luar negeri satu bulan sebelum Idul Fitri untuk mengantisipasi libur panjang.
"Penting untuk melihat ekspor secara relatif, mengingat perlambatan menyeluruh dalam perdagangan global," imbuh Satria, Senin (24/6).
Dia menjelaskan, dari Januari hingga April tahun ini, pertumbuhan ekspor tahunan turun di delapan dari 10 negara Asia. Penurunan tidak terjadi hanya di India dan Vietnam.
Berdasarkan data yang dimiliki Bahana Sekuritas pertumbuhan ekspor Indonesia turun paling curam dalam periode tersebut yaitu 9,47% secara tahunan (yoy). "Kami mengaitkannya dengan tingginya paparan komoditas," imbuh dia.
Bahan bakar mineral serta lemak dan minyak hewan/nabati memang memiliki peran paling besar terhadap nilai ekspor Januari-Mei 2019. Tercatat bahan bakar mineral memiliki peran 15,25% sedangkan lemak dan minyak hewan/nabati perannya mencapai 10,89%.
Di sisi lain, Satria menjelaskan penurunan impor harus disambut sebagai tanda bahwa perekonomian berada dipijakan yang lebih stabil. Bahana Sekuritas menganggap nilai impor yang sebesar US$ 14,53 miliar berada di atas kisaran target aman mereka yaitu antara US$ 13 miliar hingga US$ 14,5 miliar.
Artinya jika penurunan terus berlanjut maka dampaK mempersempit defisit neraca transaksi berjalan alias current account deficit (CAD) ke kisaran 2,6% dari produk domestik bruto (PDB), serta memperkuat sikap Bank Indonesia (BI) apabila akan menurunkan suku bunga hingga 100 basis poin (bps).
"Pada bulan-bulan mendaTang kami memperkirakan impor akan terus menurun tajam terutama selama bulan Idul Fitri," imbuh dia.
Sementara itu, penurunan impor barang modal mengisyaratkan kemungkinan perlambatan pertumbuhan investasi. Namun, menurutnya pemerintah harus menyambut data tersebut untuk memprioritaskan kestabilan rupiah serta penyempitan CAD.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News