kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45910,80   -12,69   -1.37%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

DPR minta pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, Sri Mulyani menolak


Selasa, 18 Februari 2020 / 16:01 WIB
DPR minta pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, Sri Mulyani menolak
ILUSTRASI. Peserta BPJS Kesehatan mengantri di kantor BPJS Kesehatan Jakarta, Kamis (23/1).


Reporter: Grace Olivia | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak pemerintah membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang berlaku sejak Januari 2020. Menteri Keuangan Sri Mulyani menolak usulan tersebut.

Komisi IX DPR menilai kenaikan iuran mestinya dilakukan setelah pemerintah dalam hal ini Kementerian Sosial selesai melakukan pembersihan data peserta yang layak menerima bantuan iuran (PBI).

Namun, Sri Mulyani menegaskan, pengambilan keputusan menaikkan iuran BPJS Kesehatan telah dilakukan dengan dasar pertimbangan yang menyeluruh terhadap kondisi sistem jaminan kesehatan nasional (JKN) saat ini.

Baca Juga: Kepatuhan pembayaran iuran BPJS Kesehatan turun pasca iuran naik

“Proses pemikiran pemerintah selama ini dilakukan dengan banyak sekali pertemuan, sampai 130 kali lebih kami lakukan pertemuan waktu dulu Ibu Puan (Ketua DPR) masih ada di pemerintahan. Ini karena kami bahas secara serius dengan melihat dari semua segi masalah,” tutur Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Gabungan Komisi II, Komisi VIII, Komisi IX, dan Komisi XI bersama pemerintah, Selasa (18/2).

Sri Mulyani menegaskan pelayanan kesehatan melalui JKN untuk masyarakat juga perlu mempertimbangkan kondisi keuangan negara. Pasalnya sejak 2014, BPJS Kesehatan terus mengalami defisit yang makin membengkak hingga mencapai Rp 32 triliun per akhir 2019 lalu.

“Kita boleh katakan masyarakat semua harus bisa masuk ke rumah sakit, tapi ini kan butuh biaya dan nyatanya sistem BPJS Kesehatan kita tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran,” lanjut dia.

Bendahara negara itu juga menjelaskan bagaimana selama ini BPJS selalu kesulitan melunasi pembayaran tepat waktu sehingga banyak rumah sakit mengalami kesulitan. Selain itu, pemerintah pusat tetap harus menyuntik bantuan dana untuk menambal defisit dengan nilai yang bertambah besar setiap tahunnya.

Sri Mulyani pun meminta kepada para anggota dewan agar jangan membahas persoalan BPJS Kesehatan dari sisi tarif semata.

Pembatalan kenaikan tarif iuran, menurutnya, tak menjadi solusi dan tak menjamin keberlanjutan sistem JKN ke depan mengingat kondisi defisit BPJS Kesehatan yang sudah kronis.

“Selain tarif, ada aspek lain seperti aspek manfaat di mana pelayanan kesehatan dasar memang mesti terbatas. Juga aspek kolektabilitas BPJS Kesehatan yaitu kemampuan untuk mengumpulkan iuran secara tetap. Tiga aspek itulah yang harus kita bangun kalau mau sistem JKN yang berkelanjutan,” tandas Sri Mulyani.

Baca Juga: Pengobatan kanker menjadi salah satu manfaat dalam program JKN-KIS

Selanjutnya, anggota DPR emosi >>>

Respons Sri Mulyani itu pun sontak memancing emosi para anggota dewan dalam Rakergab tersebut. Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto menganggap kehadiran pemerintah, termasuk Menteri Keuangan, dalam pembahasan persoalan tersebut sama saja sia-sia jika tidak berujung pembatalan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan.

“Kalau Ibu Menkeu tidak setuju iuran batal dinaikkan, ya lebih baik tidak usah datang lagi rapat di sini, tidak perlu diundang lagi saja. Kalau negara mau (membantu), pasti ada solusi!,” teriaknya.

Baca Juga: Mencermati rencana bisnis emiten farmasi, KAEF, INAF dan PEHA di 2020

Adapun sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75/2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, tarif iuran BPJS Kesehatan mengalami kenaikan.

Sesuai aturan tersebut, iuran kepesertaan untuk kelas Mandiri I naik dua kali lipat dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000 per peserta per bulan.

Iuran kelas Mandiri II naik 115% dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000 per peserta per bulan.  Iuran   Kelas Mandiri III naik 64,7% dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per peserta per bulan.

Adapun tarif iuran peserta BPJS Kesehatan yang menerima Bantuan Iuran (PBI) dan peserta pekerja penerima upah (PPU) pejabat negara, pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), PNS, prajurit, anggota Polri, kepala desa, dan perangkat desa sudah naik sejak Agustus 2019 lalu.

Baca Juga: Dirut BPJS Kesehatan: Instrumen pengawasan di BPJS Kesehatan sangat ketat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×