kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

DPR menilai aturan soal mineral langgar UU Minerba


Selasa, 14 Januari 2014 / 17:45 WIB
DPR menilai aturan soal mineral langgar UU Minerba
ILUSTRASI. David da Silva, stiker Persib Bandung.


Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Dua aturan hilirisasi mineral yakni PP Nomor 1/2014 dan Permen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1/2014 yang baru diterbitkan pemerintah tampaknya punya dampak yang cukup serius. Pasalnya, kedua aturan tersebut dinilai bertentangan dengan amanat UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.

Bambang Wuryanto, anggota Komisi VII DPR RI mengatakan, pihaknya akan segera mengusulkan rapat komisi untuk menyikapi dua aturan pelaksanaan menyoal kegiatan hilirisasi mineral.

"Pemerintah mengakal-akali bunyi UU Minerba lewat PP dan Permen ESDM," kata dia kepada KONTAN via telepon, Selasa (14/1).

Menurut dia, dalam Pasal 103 UU Minerba dikatakan secara tegas bahwa izin usaha pertambangan (IUP) wajib melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.

Sedangkan di Pasal 170 disebutkan kontrak karya (KK) juga wajib melakukan pemurnian di dalam negeri paling lambat lima tahun sejak UU Minerba terbit, atawa tepatnya 12 Januari 2014.

Implementasi instruksi dari UU tersebut sejatinya sudah dituangkan dalam PP Nomor 23/2010 Pasal 112 Angka 8 Huruf C. Namun sayangnya, dalam PP Nomor 1/2014, klausul kewajiban pengolahan dan pemurnian di dalam negeri mulai 12 Januari 2014 justru dihapuskan.

Bahkan, dalam PP Nomor 1/2014 Pasal 112C Ayat 3 malah disebutkan bahwa KK yang telah melakukan kegiatan pemurnian masih dapat diperkenankan untuk mengekspor hasil kegiatan pertambangannya dalam jumlah tertentu. "Ini menandakan pemerintah kalah kuat dari lobi perusahaan tambang besar," kata Bambang.

Asal tahu saja, PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara telah memurnikan sekitar 30% konsentrat di PT Smelting Gresik. Dengan merujuk Pasal 112C, kedua perusahaan yang bermarkas di Amerika Serikat tersebut tentunya masih akan diperkenankan ekspor mineral tanpa pemurnian pasca 12 Januari.

Penyalahgunaan amanat

Sementara, dalam Permen ESDM diatur kadar minimum produk mineral yang boleh ekspor. Adapun mineral tanpa pemurnian yang masih boleh diperdagangkan di luar negeri yaitu, konsentrat tembaga kadar Cu 15%, pasir besi kadar Fe 58%, bijih besi kadar Fe 62% (primary) dan bijih besi kadar Fe 51% (laterit), mangan kadar Mn 49%, seng kadar Zn 52%, serta timbal kadar Pb 57%.

Bambang menambahkan, penyalahgunaan amanat UU Minerba ini tentunya akan menjadi pertimbangan dewan termasuk fraksinya untuk meminta penjelasan dari Menteri ESDM Jero Wacik maupun Presiden SBY. "PP tersebut kan ditandatangani presiden, jadi bukan main-main.  Kalau ada pelanggaran UU, tentu posisinya bisa sampai pemakzulan presiden," kata Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan ini.

Ahmad Ardianto, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) mengatakan, semangat aturan pelaksanaan tersebut tidak sama dengan orientasi UU Minerba yang mendorong ke arah pembangunan industri berbasis mineral di dalam negeri. "Sayang sekali, aturan ini tidak memenuhi spirit UU Minerba," kata dia.

Simon F Sembiring, pengamat pertambangan mengatakan, pelanggaran UU Minerba bukanlah hal pertama yang telah dilakukan pemerintah. Pasalnya, pemerintah juga telah gagal dalam melakukan penyesuaian atawa renegosiasi kontrak karya (KK) dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan (PKP2B).

Karena itu, Simon meminta, MPR menolak pertanggungjawaban Presiden SBY lantaran gagal menunaikan janjinya sebagai presiden untuk melaksanakan UU.

"Dalam UU Minerba Pasal 169 Huruf b dikatakan penyesuaian kontrak paling lambat 12 Januari 2010, tapi sampai sekarang belum ada penyelesaiannya," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×