kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Bea Keluar Mineral masih dipertimbangkan Kemenkeu


Selasa, 14 Januari 2014 / 16:52 WIB
Bea Keluar Mineral masih dipertimbangkan Kemenkeu
ILUSTRASI. Tanda peringatan radiasi nuklir di dekat Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Chernobyl di Ukraina 28 Maret 2016.


Reporter: Ranimay Syarah | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Kendati saat ini Peraturan Pemerintah (PP) No.1 tahun 2014 sudah keluar, namun tidak lantas  semua bahan tambang mineral tidak boleh diekspor.

Sejumlah mineral olahan masih bisa diekspor seperti konsentrat tembaga, pasir besi, bijih besi, seng, timbal, dan mangan. Semua bahan mineral tersebut boleh dijual ke luar negeri sampai fasilitas pemurnian selesai paling lama setelah 3 tahun PP No.1 2014 ini dikeluarkan.

Namun, ekspor mineral olahan tersebut harus dikenai bea keluar sesuai kadarnya, sedangkan mineral yang sudah dimurnikan tidak dikenai bea keluar.

Jero Wacik, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan, bea keluar untuk masing-masing perusahaan berbeda. Ada yang 15 persen, 20 persen, atau bahkan 25 persen tergantung dengan jenis logamnya.

"Yang pasti kalau bea keluar lama-lama makin tinggi, daripada bayar mahal tentu lebih baik buat pemurnian saja daripada ekspor olahan. Nantinya semua akan berorientasi pada nilai tambah mineral," kata Jero, Senin (13/1).

Untuk saat ini, kata Jero, Kementerian ESDM belum bisa memberi data lebih jelas mengenai peraturan bea cukai secara mendetail.

"Itu urusannya Menteri Keuangan, saya tidak bisa bicara iu karena itu terlalu makro. Namun, dengan PP ini lebih kepada mineral bukan barubaranya. Jangan persepsikan perusahaan batubara juga bayar bea keluar, karena batubara begitu sudah dikeruk ya dia sudah murni dan sudah dalam produk jadi, " kata Jero.

Jika dalam tiga tahun, perusahaan tambang tersebut tidak bisa menyelesaikan smelternya, maka pemerintah melalui KESDM akan memberikan penalty.

Jero bilang, Kementerian ESDM akan melakukan segala upaya agar mendesak perusahaan tambang segera menyelesaikannnya.

"Kita akan kejar terus, kalau perlu kita tengok, kita tinjau terus, karena menurut logika orang bangun smelter itu 3 tahun saja sudah cukup. Sudah cukup kesabaran kita melonggarkan mereka,” imbuh dia.

Soal perusahaan yang tidak punya smelter, yang terpaksa mengistirahatkan karyawannya. R. Sukhiyar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara menyampaikan, perusahaan bisa saja tetap menggaji karyawannya.

Ia yakin, perusahaan tambang sudah beroperasi sekian tahun mengeruk tanah air dan memiliki keuntungan besar, sehingga saat situasi seperti ini mereka bisa tetap membayar karyawan.

"Ada masa transisi seperti ini, ya mau bagaimana lagi kalau dipaksa mengekspor kita melanggar undang-undang. Maka dari itu, kita kejar untuk bangun smelter biar istirahatnya sebentar," pungkas Sukhiyar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×