Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Meskipun pemerintah mengklaim dua aturan pelaksanaan hilirisasi mineral telah sesuai dengan amanah UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, namun tetap saja kedua perundangan anyar tersebut menuai kontroversi. Bahkan, dua beleid tersebut dianggap lebih menguntungkan pihak asing dibandingkan pengusaha lokal.
Simon F Sembiring, pengamat pertambangan mengatakan, PP Nomor 1/2014 dan Permen Energi dan Simber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1/2014 lebih condong untuk mengakomodasi kepentingan perusahaan pertambangan pemegang konsesi kontrak karya (KK) yang dimiliki pihak asing. Alhasil, kedaulatan negara atas kekayaan alam dan mineral hanya sekadar di atas kertas.
"Kedua produk hukum ini sangat kental menguntungkan dan mengakomodoasi kepentingan perusahaan asing pemegang KK yang menghasilkan konsentrat tembaga dan nikel matte yaitu PT Freeport Indonesia, PT Newmont Nusa Tenggara dan PT Vale Indonesia (Inco)," kata Simon kepada KONTAN, Selasa (14/1).
Selain pihak asing dari pemilik KK, kedua aturan tersebut juga menguntungkan Jepang sebagai mayoritas pembeli bahan baku mineral tersebut untuk pemurnian.
"Jepang merupakan lokasi terbesar untuk proses pemurnian yang bahan bakunya dari ketiga KK tersebut," kata Simon.
Dari pemurnian konsentrat tembaga dapat dihasilkan menjadi produk logam tembaga, serta produk ikutan seperti sulfur, slag, serta lumpur anoda yang dapat diproses lebih lanjut lagi menjadi logam emas dan perak. Sedangkan dari nikel matte dapat dimurnikan lebih lanjut lagi menjadi logam nikel dengan mineral ikutan berupa besi dan kobal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News