Sumber: Antara | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Industri minuman beralkohol menjadi salah satu industri yang akan menikmati paket kebijakan ekonomi pemerintahan Presiden Joko Widodo. Dalam paket ekonomi yang dikeluarkan 9 Septetember 2015, salah satunya melonggarkan beleid perdagangan minuman beralkohol (minol).
Bentuk relaksasi kebijakan perdagangan minuman beralkohol ini adalah, menyerahkan kewenangan pengaturan perdagangan minuman beralkohol ke pemerintah daerah.
Menyusul deregulasi tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pun akan melakukan penyesuaian dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengendalian Minuman Beralkohol untuk mempertahankan minat investasi dan keberlangsungan kegiatan industri di sektor tersebut.
"Penyesuaian ini dilakukan seiring dengan adanya paket kebijakan ekonomi dan deregulasi yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu," kata Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Firman Subagyo dalam keterangan tertulis, Rabu (16/9).
Menurut Firman, aturan terkait perdagangan minuman beralkohol menjadi salah satu aturan di sektor perdagangan yang masuk dalam paket deregulasi.
Ia mengatakan DPR harus melakukan penyesuaian sehingga UU yang disusun tidak bertentangan dengan kebijakan ekonomi pemerintah.
"Yang jelas kami akan lakukan penyesuaian, karena regulasi itu harus dinamis. Jangan sampai ini memperburuk iklim investasi dan mematikan industri minuman di Tanah Air. Tidak bisa memaksakan larangan sepenuhnya," kata Firman.
Permendag No.6/M-DAG/PER/1/2015 tentang Perubahan Kedua atas Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Perizinan Minuman Beralkohol akan direvisi.
Dalam draf RUU tersebut minuman alkohol yang dilarang adalah golongan A yang merupakan minuman beralkohol dengan kadar etanol lebih dari 1% hingga 5%, golongan B dengan kadar melebihi 5% hingga 20%, golongan C dengan kadar lebih dari 20% hingga 55%, minuman beralkohol tradisional dengan berbagai jenis nama, serta minuman beralkohol racikan.
Pasal 8 ayat 1 draf RUU tersebut menyatakan bahwa diatur pengecualian penggunaan minuman alkohol untuk kepentingan terbatas. Adapun kategori kepentingan terbatas akan diatur dalam peraturan pemerintah.
Firman mengutarakan draf tersebut memang sangat merugikan industri. Selain itu, adanya regulasi yang melarang penuh produksi dan peredaran minuman beralkohol akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang pada akhirnya mengganggu iklim investasi.
"Investor akan ragu, dan risikonya akan ada krisis investasi karena ketidakpastian itu. Nanti akan bahas lebih lanjut bersama pemerintah," kata dia.
Ia mengutarakan masa depan RUU ini akan dibahas dengan perwakilan pemerintah. "Apakah akan lanjut, atau akan di-drop, nanti diputuskan saat pembahasan itu. Yang pasti ini jangan sampai merugikan industri," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News