Sumber: KONTAN | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Panitia Angket DPR tentang Kebijakan Pemerintah Menaikkan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) mendesak, semua pihak yang meneken kontrak kerjasama wajib memuat ketentuan soal prioritas penjualan minyak dan gas bumi alias migas sebesar 40% ke perusahaan nasional. Sehingga, Indonesia dapat memperoleh hasil dari keuntungan pengolahan lanjutan atawa down stream profit.
Itu sebabnya, Panitia Angket BBM meminta Pemerintah melakukan negosiasi ulang atas kontrak kerjasama migas di Blok Tangguh dan Cepu. Inilah salah satu isi rekomendasi Panitia Angket BBM yang disampaikan dalam Rapat Paripurna DPR, yang digelar Senin (28/9).
Ketua Panitia Angket BBM Zulkifli Hasan menyatakan, tim yang telah melakukan penyelidikan terhadap kebijakan Pemerintah mengerek harga Premium, Solar, dan minyak tanah pada Mei 2008 lalu menemukan kelemahan mendasar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas. "Peranan asing dalam undang-undang ini sangat kuat, sehingga muatannya mengandung liberalisasi di bidang migas," katanya.
Menurut Zulkifli, minyak dan gas sudah diperjualbelikan sebagai komoditas dengan mengabaikan ketahanan energi nasional. "Karena itu panitia Angket juga mendesak Pemerintah untuk segera mengajukan revisi Undang-Undang Migas selambat-lambatnya satu tahun dari sekarang," tegas dia.
Pemerintah, menurut Zulkifli, juga lalai saat menaikkan harga BBM tahun lalu rata-rata sebesar 28,7%. Soalnya, Pemerintah tidak memiliki cetak biru mengenai kebijakan migas nasional. Sehingga penyelenggaraan di sektor ini menjadi carut-marut dan tidak mampu menahan gejolak harga minyak mentah, yang berujung pada kenaikan harga BBM. "Peningkatan konsumsi BBM tidak diimbangi dengan peningkatan kapasitas kilang pengolahan oleh pemerintah," kata dia.
Kebijakan Pemerintah menaikkan harga BBM dengan alasan untuk mengurangi beban subsidi BBM juga tidak tepat. Lantaran, keputusan itu tidak memperhitungkan beberapa faktor signifikan. Misalnya, efisiensi biaya distribusi dalam negeri dan pengkajian dampak sosial ekonomi bagi masyarakat.
Panitia Angket BBM, Zulkifli menambahkan, juga mendesak Pemerintah agar meninjau ulang keberadaan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Kedua lembaga ini mesti digabung. "Seluruh rekomendasi Panitia Angket BBM disepakati menjadi acuan dalam pengambilan keputusan DPR di bidang migas," tandas Zulkifli.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News