kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

DPR bergeming, pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja tetap lanjut di tengah corona


Selasa, 31 Maret 2020 / 07:47 WIB
DPR bergeming, pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja tetap lanjut di tengah corona
ILUSTRASI. Ketua DPR Puan Maharani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/2/2020)


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah elemen masyarakat sipil mendesak DPR dan pemerintah untuk membatalkan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja. Mengingat, situasi di tengah wabah virus corona dinilai tidak efektif untuk melakukan pembahasan undang-undang. Namun, DPR bergeming.

Dalam rapat paripurna, Senin (30/3/2020), Ketua DPR Puan Maharani mengisyaratkan pembahasan RUU Cipta Kerja tidak akan berhenti. Lewat pidato pembukaan masa persidangan yang disampaikannya, Puan menyatakan, DPR memiliki tugas konstitusional yang tetap harus dilaksanakan sebagai wujud penyelenggaraan kedaulatan rakyat.

Tugas konstitusional yang dimaksud Puan yaitu terkait pembahasan dan penyelesaian 50 rancangan undang-undang (RUU) dalam program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2020. Salah satunya, RUU Cipta Kerja.

Baca Juga: Diklaim Bisa Mendukung Pemulihan Pasca Corona, DPR Kebut RUU Omnibus Law

"Dalam pelaksanaan fungsi legislasi, terdapat 50 judul RUU yang telah jadi Prolegnas Prioritas pada tahun 2020," ujar Puan. Batalkan RUU Cipta Kerja, fokus tangani Covid-19 DPR mengakhiri masa reses pada 29 Maret 2020 dan membuka masa persidangan pada Senin (30/3/2020).

Banyak pihak menaruh harapan agar di masa persidangan ketiga ini, DPR memfokuskan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan untuk penanganan Covid-19. Direktur Jaringan dan Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Fajri Nursyamsi meminta DPR menunda pembahasan seluruh RUU yang menimbulkan polemik, termasuk RUU Cipta Kerja.

Baca Juga: Serikat buruh khawatir PHK karena ada corona, ini kata Kadin

"Kami mendesak DPR menunda sementara seluruh pembahasan RUU yang mendapat penolakan dari publik dan RUU yang dalam pelaksanaannya ketika sudah menjadi UU memerlukan anggaran besar seperti RUU Omnibus Cipta Kerja, RUU KUHP, RUU Pemindahan Ibu Kota Negara hingga RUU Lembaga Pemasyarakatan," ujar Fajri, Senin (30/3/2020).

Ia menyatakan, DPR perlu memaksimalkan fungsinya sebagai lembaga perwakilan dan penyeimbang pemerintah dalam penanganan dan pengendalian Covid-19. Artinya, dalam masa sidang ini, menurut Fajri, DPR harus menetapkan agendanya secara sinergis dengan kepentingan nasional.

"Kami mendesak DPR menjalankan fungsi anggaran dengan melakukan pembahasan bersama pemerintah soal Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam percepatan penanganan Covid-19," tutur Fajri.

Hal senada disampaikan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati, Senin (30/3/2020). Di antara enam tuntutan kepada DPR dalam penanganan Covid-19, Asfinawati meminta DPR membatalkan pembahasan RUU Cipta Kerja.

Baca Juga: Pembahasan RUU prolegnas prioritas mundur, termasuk RUU cipta kerja

"Kami menuntut DPR untuk membatalkan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja yang mengancam masyarakat miskin dalam menghadapi pandemi Covid-19," kata Asfinawati.

Asfinawati mengatakan, dalam situasi saat ini, DPR seharusnya fokus menjalankan fungsi pengawasan terhadap pemerintah. DPR juga harus memastikan negara menjalankan tanggung jawab dalam pemenuhan hak-hak rakyat di tengah pandemi virus corona.

Baca Juga: Rencana perpanjangan masa reses DPR akan diputuskan besok, Jumat (19/3)

"Memastikan tanggung jawab negara untuk menyediakan segala kebutuhan rakyat dalam menghadapi pandemi Covid-19, termasuk menyediakan pangan, air, sanitasi, dan bantuan finansial bagi rakyat miskin," ujar Asfinawati.

Pembahasan terus berjalan Sejak awal diusulkan oleh pemerintah, omnibus law RUU Cipta Kerja banyak mendapatkan kritik dari masyarakat. Sejumlah kritik, menyebutkan RUU Cipta Kerja hanya menitikberatkan pada kepentingan ekonomi tanpa pertimbangan keadilan dan kesejahteraan sosial.

"Ketika kita melihat bagian penjelasannya sangat ekonomisentris, bukan kesejahteraan. Jadi hanya bicara pertumbuhan ekonomi tanpa bicara keadilan sosial dan kesejahteraan," kata Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Charles Simabura di Jakarta, Kamis (5/3/2020).

Baca Juga: Di Sektor Ketenagakerjaan, Ini Catatan Kritis Civitas FH UGM Terhadap RUU Cipta Kerja

Sekjen Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi) Ikhsan Raharjo menilai, keberadaan omnibus law RUU Cipta Kerja justru akan menarik Indonesia kembali ke zaman kolonial Hindia Belanda. Menurut Ikhsan, pasal-pasal terkait ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja akan menciptakan perbudakan modern.

"Semangat perbudakan modern itu sangat kuat terasa dalam draf yang kita semua bisa baca hari ini," kata Ikhsan di Jakarta, Kamis (5/3/2020).

Namun, dengan segala desakan itu, Puan menegaskan pembahasan RUU Cipta Kerja di parlemen tetap akan dilakukan sesuai mekanisme perundang-undangan.

Baca Juga: Simak poin-poin dalam RUU Cipta Kerja Peternakan dan Kesehatan Hewan

Hal itu kembali ia tegaskan seusai rapat paripurna pembukaan masa persidangan DPR. Puan menjawab desakan sejumlah kalangan agar pembahasan RUU Cipta Kerja dibatalkan mengingat saat ini virus corona mewabah di Indonesia. Menurutnya, DPR tidak melupakan tugas legislasi, anggaran, dan pengawasan dalam kepentingan lain, meski memprioritaskan tugas dan fungsinya terhadap penanganan Covid-19.

"Perlu saya sampaikan bahwa DPR sesuai dengan fungsinya akan fokus pada pengawasan legislasi dan anggaran terkait pandemi Covid-19 untuk bisa membantu bersinergi dengan pemerintah," ujar Puan. "Namun urusan omninbus law tentu saja akan kita bahas sesuai dengan mekanismenya," kata dia.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja di Tengah Wabah Virus Corona"
Penulis : Tsarina Maharani
Editor : Kristian Erdianto

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×