Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Anggota Komisi IX DPR, Indra mengatakan, pelanggaran pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) ternyata masih massif terjadi.
Padahal, menurut Indra, sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenakertrans) No 4 Tahun 1994 Tentang THR Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan, THR sebesar minimal 1 bulan upah merupakan hak normatif buruh/pekerja yang wajib dibayarkan oleh perusahaan. THR ini harus dibayar paling lambat H-7 sebelum tiba Hari Raya.
"Namun info yang saya terima, sampai H-7 yang jatuh pada hari ini, masih banyak terjadi penyimpangan terkait kewajiban perusahaan membayarkan THR tersebut," jelas Indra kepada KONTAN, Kamis, (1/8).
Indra menegaskan, berdasarkan pengalaman yang dia temui, ada empat modus yang lazim dilakukan perusahaan untuk menghindari kewajiban membayar THR.
Pertama, adanya perusahaan yang tidak sama sekali membayarkan THR kepada pekerjanya. Kedua, masih banyak perusahaan yang membayar THR yang besarannya tidak sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Permenakertrans No 4 Tahun 1994. Ketiga, pembayaran THR yang waktunya tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Keempat, yang terparah, masih maraknya praktik perusahaan outsourcing dan perusahaan yang mempekerjakan pekerja kontrak untuk tidak memberikan THR.
"Caranya, dengan memberhentikan kontrak pekerjanya sebelum hari raya untuk menghindari pembayaran THR. Namun mengangkat mereka kembali setelah Lebaran," jelas politisi muda PKS tersebut.
Oleh sebab itu, Indra mendesak pemerintah meningkatkan pengawasan untuk Lebaran tahun ini. Sebab, dengan adanya kebijakan pemerintah yang menaikan harga BBM, telah berimbas pada naiknya seluruh komoditas pangan pokok, biaya transportasi, dan kenaikan harga barang-barang lain.
"Pekerja atau buruh mendapatkan dampak langsung dari kenaikan BBM. Sebab beban hidup yang ditanggung buruh semakin tinggi, sehingga kebutuhan mereka atas THR jadi sangat tinggi," ujar Indra.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News