kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.209   -29,00   -0,18%
  • IDX 7.097   0,57   0,01%
  • KOMPAS100 1.061   -1,66   -0,16%
  • LQ45 834   -1,33   -0,16%
  • ISSI 215   0,18   0,08%
  • IDX30 426   -0,55   -0,13%
  • IDXHIDIV20 514   0,79   0,15%
  • IDX80 121   -0,21   -0,17%
  • IDXV30 125   -0,28   -0,22%
  • IDXQ30 142   -0,01   0,00%

Mobil dinas dibawa mudik sama dengan korupsi


Rabu, 31 Juli 2013 / 14:34 WIB
Mobil dinas dibawa mudik sama dengan korupsi
ILUSTRASI. PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA) cetak kinerja ciamik sepanjang tahun 2021


Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Menjelang diperingatinya Hari Raya Idul Fitri, banyak warga Ibukota melakukan perjalanan pulang kampung alias mudik Lebaran. Antisipasi terjadinya penyelewengan jabatan, Komisi Pemberantasan Korupsi ultimatum pejabat negara untuk tidak membawa kendaraan dinas.

BUsyro Muqoddas, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengingatkan agar pejabat tak memanfaatkan fasilitas negara untuk mudik ke kampung halamannya. Menurutnya, meski tak tergolong sebagai penerimaan gratifikasi tetapi hal itu juga termasuk tindak pidana korupsi dari sektor penyalahgunaan wewenang.

"Kalau ada institusi yang tidak mendukung pegawainya menggunakan mobil dinas plat merah untuk pulang mudik itu tak benar," kata Busyro saat ditemui di kantornya, Jakarta, Rabu (31/7). Menurutnya, mobil dinas adalah fasilitas negara yang digunakan untuk keperluan pelayanan bukan untuk melayani kepentingan pribadi pejabat negara.

Apalagi, lanjut Busyro, jika bahan bakar yang digunakan itu adalah bahan bakar milik kantor, maka itu sudah jelas termasuk korupsi. Bahkan terkait imbauan itu, pihaknya juga sudah menyampaikan edaran ke sejumlah institusi.  "Kalau sudah menjabat itu marwahnya beda, dia sudah dilihat publik," tandasnya.

Selain menggunakan fasilitas negara, ia pun mengingatkan, agar pejabat tidak menerima pemberian dari mitranya baik itu merupakan parcel atau berupa tunjangan hari raya (THR). Menurut Busyro pemberian yang diterima seorang pejabat adalah suatu penghinaan.

Mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) itu beralasan pemberian itu pasti mengandung konflik kepentingan, karena yang bersangkutan tidak mungkin diberi sesuatu jika ia tidak memegang jabatan tertentu.

"Orang yang memberi lebih terpuji, dari pada tangan yang menerima. Jadi kalau memberi sedekah itu lebih terhormat dari pada menunggu-nunggu parcel," tutupnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×