kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Dorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, bunga acuan BI perlu turun lagi


Senin, 29 Juli 2019 / 17:23 WIB
Dorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, bunga acuan BI perlu turun lagi


Reporter: Havid Vebri, Merlinda Riska | Editor: Havid Vebri

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah pemerintah memangkas target pertumbuhan ekonomi tahun ini, di mata beberapa ekonom, memang tepat. Pemerintah realistis di tengah banyak tekanan atas ekonomi domestik.

William Henley, Ekonom Indosterling Capital mengatakan, dalam situasi seperti itu, perlu intervensi langsung dari pemerintah dan bank sentral. Makanya, ia menyebut, sudah tepat langkah Bank Indonesia (BI) menggunting suku bunga acuan.

Kebijakan ini akan diikuti penurunan bunga kredit perbankan yang akan menggairahkan sektor riil. "Penyesuaian suku bunga acuan dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek lewat pertumbuhan kredit," ujarnya. 

Hanya, ia berpendapat, BI masih perlu memangkas lagi bunga acuan lantaran bunga kredit bank masih cukup tinggi. Sederhananya, tahun lalu BI sudah menaikkan 175 bps, sedangkan tahun ini baru diturunkan 25 bps. Idealnya, bank sentral menambah persentase penurunan bunga acuan hingga 100 bps. 

Tak cukup hanya dari sisi moneter. Dari sisi fiskal pun harus ada langkah konkret demi menggerakkan roda perekonomian. Menurutnya, APBN harus menjadi panglima terdepan dalam instrumen pendorong ekonomi. Oleh karena itu, percepatan belanja-belanja seperti belanja sosial perlu diakselerasi. 

Di sisi lain, pemerintah tetap perlu menjaga daya beli masyarakat. Untuk itu, inflasi harus dijaga agar tetap rendah. Sejauh ini, inflasi memang aman. Selama periode Januari-Juni 2019, inflasi tercatat 2,05%. Sedangkan inflasi secara tahunan 3,28%. 

Kendati demikian, ada tantangan dari sisi kekeringan yang terjadi belakangan. Mau tidak mau hal itu akan mengganggu produksi bahan pangan yang berujung pada kenaikan harga. Impor dapat dilakukan selama terukur dan bertujuan menekan lonjakan harga. 

"Pada akhirnya, kebijakan moneter memang tak bisa berjalan sendirian. Ia butuh pendamping dari sisi fiskal maupun sisi-sisi lain perekonomian. Muaranya tentu agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga di tengah ketidakpastian seperti sekarang," paparnya.

Pendapat sama juga disampaikan Muhammad Faisal, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia. Menurutnya, peluang penurunan bunga acuan BI tetap terbuka karena banyak negara melakukan itu. 

"Memang Harus diturunkan lagi jika concern-nya untuk menumbuhkan sektor riil," ucap dia.

Di sisi lain, pemerintah tetap perlu menjaga daya beli masyarakat. Untuk itu, pemerintah harus menghindari kebijakan-kebijakan yang bisa mengganggu daya beli, misalnya, mencabut bujet subsidi listrik.

Bank Dunia dan Badan Moneter Internasional (IMF) baru-baru ini juga merevisi target pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2019, masing-masing menjadi 5,1% dan 5%, dari sebelumnya 5,2% dan 5,1%.

Fithra Faisal Hastiadi, Ekonom Universitas Indonesia (UI), menyatakan, sulit bagi Indonesia untuk mendapat lonjakan ekspor yang signifikan di tengah pelemahan daya saing industri manufaktur. Upaya memperkuat industri harus terus pemerintah lakukan dengan membenahi ekosistemnya.

Bila itu terjadi, maka peluang investasi meningkat semakin terbuka. Menurut Fithra, dalam beberapa tahun terakhir, banyak kebijakan pemerintah yang tidak konsisten, sehingga menghambat investasi masuk.

"Yang paling brutal tahun 2018, menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), terus tak lama dianulir. Nah, itu memberikan sinyal negatif kepada investor karena memperlihatkan inkonsistensi kebijakan," katanya.

Janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akan membenahi hambatan-hambatan investasi kini sangat dinanti-nanti investor. Untuk merealisasikan janji tersebut, Fithra menyarankan, agar beberapa pos menteri diisi kalangan profesional.

Yakni, menteri perdagangan, menteri perindustrian, menteri ketenagakerjaan, menteri pertanian, juga menteri koperasi dan UKM. Saat ini, hampir seluruh kursi menteri tersebut diduduki oleh kalangan partai politik (parpol).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×