Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia bersama Menteri Perindustrian Korea Selatan Sung Yun-mo di Seoul, Korea Selatan melakukan pertemuan pada Kamis (12/11). Kedua menteri berbagi ide tentang perluasan investasi antara kedua negara.
Pertemuan ini juga merupakan tindak lanjut kunjungan Presiden Joko Widodo ke Korea Selatan pada bulan November 2019 lalu.
Bahlil menyampaikan, di tengah kondisi pandemi Covid-19 ini, upaya percepatan dalam menjaga dan menarik investor justru semakin diperlukan. Pemerintah Indonesia juga terus mendorong investasi strategis dan berkualitas masuk ke Indonesia.
BKPM berkomitmen memfasilitasi investor Korea Selatan yang masuk ke Indonesia. Investor hanya perlu datang membawa modal dan teknologi, sedangkan masalah lahan dan perizinan akan didukung penuh oleh Pemerintah Indonesia.
"Sesuai arahan Presiden, Indonesia harus bergerak cepat menuju transformasi ekonomi. Inilah momentum untuk membangun industri-industri yang menciptakan nilai tambah. Dan Korea Selatan menjadi salah satu mitra strategis Indonesia dalam mewujudkan hal tersebut," jelas Bahlil dalam keterangan resminya, Kamis (12/11).
Baca Juga: Kemudahan berusaha hingga insentif berbasis kebutuhan kunci peningkatan investasi
Kedua menteri juga membahas perbaikan iklim usaha untuk perusahaan-perusahaan Korea yang berinvestasi di Indonesia, seperti di industri baja, kimia, mobil, dan tekstil. "Kami menilai Indonesia semakin baik dalam membangun iklim usaha yang menguntungkan kedua belah pihak," ujar Sun Yung-mo.
Jika merujuk pada peringkat kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB) yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, saat ini Indonesia berada di peringkat 73. Dari 11 indikator yang menjadi kajian dalam EoDB, ada beberapa hal yang masih harus Indonesia perbaiki, di antaranya memulai berusaha.
Kepala BKPM meyakini, Undang-Undang No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau yang dikenal dengan UU Cipta Kerja yang baru disahkan akan menjamin kemudahan, kecepatan, efisiensi, dan kepastian dalam memulai berusaha. Juga dalam berbagai aspek yang berkaitan dengan iklim investasi.
"Seperti yang selalu saya sampaikan. UU Cipta Kerja adalah reformasi regulasi yang kita butuhkan. Pelaku usaha, baik dalam maupun luar negeri, membutuhkan jaminan kemudahan berusaha dan iklim investasi yang sehat. Jika ini terjadi, pada akhirnya akan menciptakan lapangan kerja yang negara harus hadirkan," ujar Bahlil.
Indonesia dan Korea Selatan telah membuat Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) pada November tahun lalu dan saat ini sedang menunggu tindak lanjut implementasinya. CEPA setara dengan perjanjian perdagangan bebas, tetapi berfokus pada lingkup kerja sama ekonomi yang lebih luas. Melalui CEPA ini, diharapkan hubungan Indonesia dan Korea Selatan dapat terus terjalin dan memberikan dampak ekonomi yang positif bagi kedua negara.
Adapun sepanjang periode Januari-September 2020, BKPM mencatat realisasi investasi asal Korea Selatan berada pada peringkat ke-7 dengan total investasi sebesar US$ 683 juta. Saat ini ada sekitar 2.000 perusahaan Korea Selatan dari berbagai sektor yang telah berinvestasi dan beroperasi di Indonesia.
Sebanyak 70% realisasi investasi Korea Selatan tersebut terpusat di Pulau Jawa, dengan sektor investasi yang mendominasi antara lain listrik, gas air sebesar US$ 228,4 juta, industri kimia dan farmasi US$ 148,4 juta, industri tekstil US$ 60,8 juta, industri barang kulit dan alas kaki US$ 50,9 juta, dan industri makanan US$ 14,8 juta.
Selanjutnya: Indonesia-Korea Selatan perkuat kerja sama ekonomi lawan dampak pandemi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News